Sabtu, 07 Januari 2012

Edisi Perang Salib

BAB I PENDAHULUAN Perang Salib berlangsung selama 2 abad, antara abad ke-11 dan ke-13, yang terjadi sebagai reaksi umat Kristen di Eropa terhadap umat Islam di Asia yang dianggap sebagai pihak penyerang. Sejak tahun 632 melakukan ekspansi, bukan saja di Syiria dan Asia Kecil, tetapi juga di Spanyol dan Sicilia. Disebut Perang Salib karena ekspedisi militer Kristen mempergunakan salib sebagai simbol pemersatu untuk menunjukkan bahwa peperangan yang mereka lakukan adalah perang suci dan bertujuan untuk membebaskan kota suci Baitul Maqdis (Yerussalem) dari tangan-tangan orang Islam. Pendapat mengenai periodesasi Perang Salib para sejarahwan saling berbeda dalam menetapkannya. Prof. Ahmad Syalabi membagi periodesasi Perang Salib atas tujuh periode. Sementara Philip K. Hitti memandang Perang Salib berlangsung terus menerus dengan kelompok-kelompok yang bervariasi, kadang-kadang berskala besar dan tidak jarang pula berskala kecil. Meskipun demikian, Philip K. Hitti berusaha membuat periodesasi Perang Salib dengan menyederhanakan pembagiannya ke dalam tiga periode. Pertama, disebut periode penaklukan (1096-1144) jalinan kerjasama antara Kaisar Alexius I dan Paus Urbanus II berhasil membangkitan semangat umat Kristen, yang utama ketika pidato Paus Urbanus II pada Konsiliclerment tanggal 26 November 1095. Pidato ini bergema ke seluruh penjuru Eropa yang mengakibatkan seluruh negara Kristen mempersiapkan berbagai bantuan untuk mengadakan penyerbuan. Dan pada periode ini kemenangan berpihak kepada pasukan Salib dan telah mengubah peta dunia Islam dan situasi di kawasan itu . Kedua, disebut periode reaksi umat Islam (1144-1192) jatuhnya beberapa wilayah kekuasaan Islam ke tangan kaum Salib membangkitkan kesadaran kaum Muslimin untuk menghimpun kekuatan guna menghadapi pasukan Salib yang dikomando oleh Imaduddin Zangi, Gubernur Mosul, yang setelah itu diganti dengan putranya Nuruddin Zangi. Kota-kota kecil dibebaskannya dari kaum Salib, antara lain: Damaskus, Antiokia, dan Mesir. Ketiga keberhasilan kaum Muslimin meraih banyak kemenangan terutama setelah munculnya Salahuddin Yusuf al-Ayyubi (Saladin) di Mesir yang berhasil membebaskan Baitul Maqdis. Dan pada bulan Shafar 589/Februari 1193 Salahuddin al-Ayyubi wafat yang sebelumnya telah menyepakati suatu perjanjian dengan kaum Salib. Intinya adalah perjanjian damai yang mana daerah pedalaman akan menjadi milik kaum Muslimin dan umat Kristen yang akan ziarah ke Baitul Maqdis akan terjamin keamanaNnya . Dalam makalah ini akan dibahas mengenai faktor terjadinya Perang Salib dan bagaimana peran Salahuddin al-Ayyubi dalam menghadapi pasukan Salib serta bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh Perang Salib tersebut. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perang Salib Perang Salib berasal dari Bahasa Arab, yaitu حـر كـة yang berarti suatu gerakan atau barisan, dan صـلـيـبـيـة yang berarti kayu palang, tanda silang (dua batang kayu yang bersilang) . Jadi Perang Salib adalah suatu gerakan (dalam bentuk barisan) dengan memakai tanda salib untuk menghancurkan umat Islam. Sedangkan dalam Ensiklopedi Islam, Perang Salib ialah gerakan kaum Kristen di Eropa yang memerangi umat Islam di Palestina secara berulang-ulang, mulai dari abad XI sampai abad XIII M. untuk membebaskan Bait al-Maqdis dari kekuasaan Islam dan bermaksud menyebarkan agama dengan mendirikan gereja dan kerajaan Latin di Timur. Dikatakan salib, karena setiap orang Eropa yang ikut bertempur mengenakan tanda salib di dada kanan sebagai bukti kesucian cita-cita mereka . Terhadap pengertian ini, diperkuat lagi oleh Philip K. Hitti bahwa Perang Salib itu adalah perang keagamaan selama hampir dua abad yang terjadi sebagai reaksi umat Kristen di Eropa terhadap umat Islam di Asia yang dianggap sebagai pihak penyerang. Perang ini terjadi karena sejak tahun 632 M. (Nabi SAW. wafat) sampai meletusnya Perang Salib, sejumlah kota-kota penting dan tempat suci umat Kristen telah diduduki umat Islam seperti Suriah, Asia Kecil, Spanyol dan Sicilia. Perang tersebut merupakan suatu ekspedisi militer dan terorganisir untuk merebut kembali tempat suci di Palestina. Dari beberapa pengertian di atas, dapatlah dipahami bahwa Perang Salib adalah perang yang dilakukan oleh ummat Kristen Eropa dengan mengerahkan umatnya secara terorganisir yang bersifat militer, dan menurut mereka, Perang Salib ini merupakan perang suci untuk merebut kembali Bait al-Maqdis di Yerussalem dari tangan umat Islam. B. Faktor-faktor Terjadinya Perang Salib Perang Salib sesungguhnya merupakan reaksi bangsa Barat terhadap kekuasaan Islam. Kedudukan Islam di semenanjung Iberia, serangan dan pendudukan Islam atas Sisilia maupun serangan atas semenanjung Balkan dan lebih-lebih lagi pendudukan daerah Timur Tengah oleh bangsa Turki yang akhirnya mengakibatkan terganggunya perjalanan para peziarah ke Yerussalem, sehingga kaum Salib ingin merebut kota suci tersebut. Hal inilah yang memicu terjadinya Perang Salib, dan di antara faktor-faktor penyebabnya , antara lain :  Faktor Agama Salah satu peristiwa penting dalam gerakan ekspansi yang dilakukan Alp Arselan (Penguasa Saljuk) adalah peristiwa Manzikart pada tahun 1071 M. (464 H.). Tentara Alp Arselan yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara Bizantium (Kristen) yang berjumlah 200.000 orang, yang terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia. Kekalahan ini menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang Kristen terhadap umat Islam, yang kemudian menjadi benih dari Perang Salib. Kebencian itu bertambah setelah Dinasti Saljuk merebut Bait al-Maqdis pada tahun 471 H. dari kekuasaan Dinasti Fatimiyah yang berkedudukan di Mesir. Penguasa Saljuk menetapkan peraturan bagi umat Kristen yang ingin berziarah di sana dan aturan tersebut sangat menyulitkan mereka, akhirnya menghilangkan kemerdekaan umat Kristen untuk beribadah di Yerussalem . Pada abad pertengahan, gereja mempunyai peranan dan pengaruh yang besar terhadap masyarakat di Eropa. Pihak gereja menyatakan bahwa siapa saja yang melanggar aturan yang ditetapkan oleh gereja, maka akan mendapat hukuman. Pada hal masyarakat pada waktu itu banyak yang berbuat kesalahan dan mengerjakan perbuatan yang dilarang oleh gereja. Untuk mensucikan diri dan bertobat dari kesalahan tersebut, manusia harus banyak berbuat baik dan berbakti menurut ajaran agama (Kristen), dengan berziarah ke Bait al-Maqdis di Yerussalem, berpuasa dan mengerjakan kebaikan lainnya. Mereka yakin bahwa apabila berziarah ke tanah suci saja mendapat pahala yang besar dan dapat menebus dosa, maka sudah tentu melepaskan dan memerdekakan Yerussalem dari kekuasaan Islam, adalah jauh lebih besar pahalanya .  Faktor Politik Kekalahan Bizantium di Manzikart (Armenia) pada tahun 1071 dan jatuhnya Asia Kecil di bawah kekuasaan Saljuk, telah mendorong Kaisar Alexius Comnenus I (Kaisar Costantinopel) untuk meminta bantuan kepada Paus Urbanus II (menjadi Paus dari 1088-1099) dalam usahanya untuk mengembalikan kekuasaannya dari pendudukan Dinasti Saljuk. Paus Urbanus II bersedia membantu Bizantium karena adanya janji Kaisar Alexius untuk tunduk di bawah kekuasaan Paus di Roma, serta dengan harapan dapat mempersatukan gereja Yunani dan Roma. Pada waktu itu, Paus memiliki kekuasaan dan pengaruh yang sangat besar terhadap raja-raja yang berada di bawah kekuasaannya. Demikian pula, adanya cita-cita Paus yang bersifat agresif untuk menguasai dunia Timur dengan berencana mendirikan suatu kerajaan Latin. Hal ini pulalah yang menyulut peperangan antara Kristen dan Islam, yang secara periodik dan historis menggunakan waktu yang lama serta pengorbanan material dan jiwa yang cukup banyak.  Faktor Sosial Ekonomi Para pedagang besar yang berada di kota Venezia, Genoa, dan Pisa, berambisi untuk menguasai sejumlah kota-kota dagang di sepanjang pantai timur dan Selatan Laut Tengah untuk memperluas jaringan perdagangan mereka. Untuk itu, mereka rela menanggung sebagian dana peperangan dengan maksud menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat perdagangan, apabila pihak Kristen Eropa memperoleh kemenangan. Hal itu dimungkinkan karena jalur Eropa akan bersambung dengan jalur perdagangan di Timur melalui jalur strategis tersebut. Demikian pula para petualang dari ksatria Kristen, merasa puas dengan harta rampasan atau upeti dari negeri taklukan. Di samping itu, stratifikasi sosial masyarakat Eropa ketika itu terdiri dari tiga kelompok, yaitu : Kaum gereja, bangsawan dan ksatria, serta rakyat jelata. Mayoritas masyarakat di Eropa adalah rakyat jelata, kehidupan mereka sangat tertindas, terhina, dan harus tunduk kepada para tuan tanah yang sering bertindak semena-mena serta mereka dibebani berbagai pajak dan sejumlah kewajiban lainnya. Oleh karena itu, pihak gereja memobilisasi mereka untuk turut mengambil bagian dalam Perang Salib dengan janji akan diberikan kebebasan dan kesejahteraan yang lebih baik, apabila dapat memenangkan peperangan. Mereka menyambut seruan itu secara spontan dengan bersama-sama melibatkan diri dalan perang tersebut. C.Perang Salib Pertama Perang Salib pertama (1095-1101). Tidak seperti Gregory VII, Paus Urban II berada dalam posisi untuk menjawab permintaan Timur. Pada November 1095, dia memanggil Konsili Clermont di Prancis Selatan dimana dia meminta dengan sangat pada hadirin -yang terdiri dari bukan hanya Uskup dan Kepala Biara, tapi juga kaum bangsawan, ksatria dan rakyat sipil- untuk memberikan bantuan kepada Kekristenan Timur. Telah terjadi banyak peperangan antar sesama Bangsa Eropa dan pada pertemuan yang diadakan di tempat terbuka tersebut, Paus mendorong mereka untuk berdamai satu sama lain dan memusatkan kekuatan militer mereka untuk tujuan yang konstruktif -membela Kekristenan dari aggresi Muslim, membantu Kristen Timur, dan mengambil alih kembali Kubur Kristus. Dia juga menekankan perlunya pertobatan dan motif spiritual dalam melakukan kampanye ini, menawarkan indulgensi total bagi mereka yang berkaul untuk melakukan tugas ini. Jawaban dari para hadirin sangat antusias, para hadirin berteriak "Deus Vult!" (Tuhan menghendakinya!). Dalam Kosnili Clermont juga ditetapkan bahwa mereka yang pergi untuk melaksanakan tugas akan memakai Salib Merah (Latin:Crux). yang kemudian membuat kampanye ini disebut Perang Salib. Persiapan dimulai di seluruh Eropa. Kebanyakan tidak terorganisasi ataupun tidak mempunyai semangat seperti yang didengungkan Paus. Beberapa prajurit begitu kurang persiapan sehingga mereka menjarah untuk memenuhi kebutuhan. Beberapa orang German membantai orang Yahudi. Beberapa tidak pernah sampai di Konstantinopel. Beberapa anggota dari "People's crusade" yang tidak terorganisasi dan begitu tidak disiplin dan dikirim oleh Kaisar pada Agustus 1096 menuju ke Bosphorus, lebih dulu dari pasukan utama Perang Salib, mereka dibantai oleh tentara Turki. Prajurit Salib utama terdiri dari empat pasukan yang berasal dari Perancis, German dan Normandia, dibawah pimpinan Godfrey dari Boullion, Bohemond dan Tancred (keduanya orang Normandia), Raymond dari Saint-Giles, dan Robert dari Flanders. Namun, Kaisar Byzantin Alexius tidak ingin tentara yang begitu banyak berada di Konstantinopel dan kemudian dikirimnya mereka ke Asia Minor sesuai dengan urutan kedatangan mereka. Sang Kaisar juga mensyaratkan agar kepala Pasukan bersumpah bahwa mereka akan mengembalikan tanah yang mereka rebut dari pihak Muslim yang dulunya adalah daerah Byzantine. Pada Juni 1097, Nicea diambil alih oleh Byzantine dan para Prajurit Salib. Bulan berikutnya Prajurit Salib dan Byzantine mendapatkan kemenangan besar melawan Turki ketika mereka diserang di Dorylaeum. Kemajuan lebih lanjut cukup sulit dan nampaknya beberapa orang menjadi putus semangat. Salah satunya adalah Alexius, yang berjanji untuk membantu kota Antioka yang terkepung. Ketika sang Kaisar berhenti untuk berusaha, para Prajurit Salib merasa bahwa kewajiban untuk menyerahkan Dorylaeum kembali ke Kaisar, telah hilang karena sang Kaisar sendiri tidak mampu mempertahankannya (Alexus telah hilang semangat). Karena itu, saat Dorylaeum diambil alih pada Juni 1099, kota tersebut jatuh ke tangan orang Normandia. Bulan berikutnya Fatimid Muslim dari Mesir mengambil alih kembali Yerusalem dari kaum Seljug Turky, jadi para Prajurit Salib melakukan serangan bukan kepada bangsa Turky. Ini terjadi pada 1099. Selama sebulan para Prajurit Salib, yang telah berkurang separuh dari kekuatan awal, mendirikan kemah disekeliling Yerusalem sementara Gubernur Fatimid menunggu bantuan tentara dari Mesir. Disisi lain Prajurit Salib mendapatkan persediaan makanan dan kebutuhan dari pelabuhan Jaffa dan memulai gerkan mereka. Pada 8 Juli Prajurit Salib berpuasa dan berjalan dengan telanjang kaki mengelilingi kota menuju ke Gunung Zaitun (tempat Yesus mengalami Sakral Maut), dan pada tanggal 13, mereka mengepung tembok kota. Pada tanggal 15, beberapa prajurit berhasil melewati tembok dan membuka salah satu gerbang kota yang membuat pasukan utama mampu menyerbu kedalam. Di Menara Daud, Gubernur Fatimid menyerah dan diantar keluar dari kota. Dari dalam Mesjid Al-Agsa dekat Bukit Kuil (Temple Mount), Tacred, salah satu pimpinan Prajurit Salib, menjanjikan perlindungan bagi warga Muslim dan Yahudi di kota tersebut. Sayangnya, meskipun ada upaya tersebut, pembantaian tetap terjadi. Bulan selanjutnya Prajurit Salib mengejutkan dan memukul balik pasukan bantuan dari Mesir yang dinanti-nanti Gubernur Fatimid. Prajurit Salib mengkokohkan kendali warga Kristen di Yerusalem, meskipun banyak kota pelabuhan masih berada dalam kendali Muslim. Kebanyakan Prajurit Salib kemudian pergi kembali ke rumah setelah merasa bahwa tujuan dan kaul mereka telah tercapai. Sebagai hasil dari Perang Salib pertama, telah terbentuk empat negara bagian Kristen dari wilayah yang telah direbut Prajurit Salib: Kerajaan Jerusalem terdahulu, Principality Antioka (Prinsipality = daerah yang dikuasai pangeran/prince), Countship Edessa (Countship = daerah dalam kekuasaan Count. Count = semacam bangsawan) dan Countship Tripoli. Negara-negara bagian ini, yang menggunakan sistem feodal dalam konteks yang terlepas dari permusuhan lokal seperti yang terjadi di Eropa, telah disebut-sebut sebagai model administrasi Medieval. Namun, hubungan antara negara bagian, kekaisaran Byzantine dan daerah Muslim disekitarnya sering rumit. Untuk mempertahankan negara-negara bagian baru ini, sebuah pasukan baru terbentuk –ordo-ordo Ksatria, seperti Hospitaleer oleh St John dari Yerusalem dan Templars. Ini adalah kelompok ksatria yang berkaul religius dan melakukan aturan-aturan religious. Untuk suatu saat negara-negara bagian akibat Perang Salib berkembang. Seiring dengan waktu, negara-negara bagian tersebut membesar meliputi kota-kota pelabuhan yang ditinggal dan tidak diakui oleh siapapun sebagai daerah kekuasaan. Meskipun begitu, negara-negara bagian tersebut masih lemah. Pada 1144 negara bagian utara Edessa ditawan oleh Pasukan Muslim. Untuk suatu saat negara-negara bagian akibat Perang Salib berkembang. Seiring dengan waktu, negara-negara bagian tersebut membesar meliputi kota-kota pelabuhan yang ditinggal dan tidak diakui oleh siapapun sebagai daerah kekuasaan. Meskipun begitu, negara-negara bagian tersebut masih lemah. Pada 1144 negara bagian utara Edessa ditawan oleh Pasukan Muslim. D.Perang Salib Kedua Perang Salib Kedua (berlangsung dari sekitar tahun 1145 hingga tahun 1149) adalah Perang Salib kedua yang dilancarkan dari Eropa, yang dilaksanakan karena jatuhnya Kerajaan Edessa pada tahun sebelumnya. Edessa adalah negara-negara Tentara Salib yang didirikan pertama kali selama Perang Salib Pertama (1095–1099), dan juga yang pertama jatuh. Perang Salib Kedua diumumkan oleh Paus Eugenius III, dan merupakan Perang Salib pertama yang dipimpin oleh raja-raja Eropa, yaitu Louis VII dari Perancis dan Conrad III dari Jerman, dengan bantuan dari bangsawan-bangsawan Eropa penting lainnya. Pasukan-pasukan kedua raja tersebut bergerak menyebrangi Eropa secara terpisah melewati Eropa dan agak terhalang oleh kaisar Bizantium, Manuel I Comnenus; setelah melewati teritori Bizantium ke dalam Anatolia, pasukan-pasukan kedua raja tersebut dapat ditaklukan oleh orang Seljuk. Louis, Conrad, dan sisa dari pasukannya berhasil mencapai Yerusalem dan melakukan serangan yang "keliru" ke Damaskus pada tahun 1148. Perang Salib di Timur gagal dan merupakan kemenangan besar bagi orang Muslim. Kegagalan ini menyebabkan jatuhnya Kota Yerusalem dan Perang Salib Ketiga pada akhir abad ke-12. Serangan-serangan yang berhasil hanya terjadi di luar laut Tengah. Bangsa Flem, Frisia, Normandia, Inggris, Skotlandia, dan beberapa tentara salib Jerman, melakukan perjalanan menuju Tanah Suci dengan kapal. Mereka berhenti dan membantu bangsa Portugis merebut Lisboa tahun 1147. Beberapa di antara mereka, yang telah berangkat lebih awal, membantu merebut Santarém pada tahun yang sama. Mereka juga membantu menguasai Sintra, Almada, Palmela dan Setúbal, dan dipersilahkan untuk tinggal di tanah yang telah ditaklukan, tempat mereka mendapatkan keturunan. Sementara itu, di Eropa Timur, Perang Salib Utara dimulai dengan usaha untuk merubah orang-orang yang menganut paganisme menjadi beragama Kristen, dan mereka harus berjuang selama berabad-abad. Setelah terjadinya Perang Salib Pertama dan Perang Salib 1101, terdapat tiga negara tentara salib yang didirikan di timur: Kerajaan Yerusalem, Kerajaan Antiokhia, dan Kerajaan Edessa. Kerajaan Tripoli didirikan pada tahun 1109. Edessa adalah negara yang secara geografis terletak paling utara dari keempat negara ini, dan juga merupakan negara yang paling lemah dan memiliki populasi yang kecil; oleh sebab itu, daerah ini sering diserang oleh negara Muslim yang dikuasai oleh Ortoqid, Danishmend, dan Seljuk. Baldwin II dan Joscelin dari Courtenay ditangkap akibat kekalahan mereka dalam pertempuran Harran tahun 1104. Baldwin dan Joscelin ditangkap kedua kalinya pada tahun 1122, dan meskipun Edessa kembali pulih setelah pertempuran Azaz pada tahun 1125, Joscelin dibunuh dalam pertempuran pada tahun 1131. Penerusnya, Joscelin II, dipaksa untuk bersekutu dengan kekaisaran Bizantium, namun, pada tahun 1143, baik kaisar kekaisaran Bizantium, John II Comnenus dan raja Yerusalem Fulk dari Anjou, meninggal dunia. Joscelin juga bertengkar dengan Raja Tripoli dan Pangeran Antiokhia, yang menyebabkan Edessa tidak memiliki sekutu yang kuat. Sementara itu, Zengi, Atabeg dari Mosul, merebut Aleppo pada tahun 1128. Aleppo merupakan kunci kekuatan di Suriah. Baik Zengi dan raja Baldwin II mengubah perhatian mereka ke arah Damaskus; Baldwin dapat ditaklukan di luar kota pada tahun 1129. Damaskus yang dikuasai oleh Dinasti Burid, nantinya bersekutu dengan raja Fulk ketika Zengi mengepung kota Damaskus pada tahun 1139 dan tahun 1140; aliansi dinegosiasikan oleh penulis kronik Usamah ibn Munqidh. Pada akhir tahun 1144, Joscelin II bersekutu dengan Ortoqid dan menyerang Edessa dengan hampir seluruh pasukannya untuk membantu Ortoqid Kara Aslan melawan Aleppo. Zengi, yang ingin mengambil keuntungan dalam kematian Fulk pada tahun 1143, dengan cepat bergerak ke utara untuk mengepung Edessa, yang akhirnya jatuh ketangannya setelah 1 bulan pada tanggal 24 Desember 1144. Manasses dari Hierges, Philip dari Milly dan lainnya dikirim ke Yerusalem untuk membantu, tetapi mereka sudah terlambat. Joscelin II terus menguasai sisa Turbessel, tetapi sedikit demi sedikit sisa daerah tersebut direbut atau dijual kepada Bizantium. Zengi sendiri memuji Islam sebagai "pelindung kepercayaan" dan al-Malik al-Mansur, "raja yang berjaya". Ia tidak menyerang sisa teritori Edessa, atau kerajaan Antiokhia, seperti yang telah ditakuti; peristiwa di Mosul memaksanya untuk pulang, dan ia sekali lagi mengamati Damaskus. Namun, ia dibunuh oleh seorang budak pada tahun 1146 dan digantikan di Aleppo oleh anaknya, Nuruddin. Joscelin berusaha untuk merebut kembali Edessa dengan terbunuhnya Zengi, tapi Nuruddin dapat mengalahkannya pada November 1146. BAB III KESIMPULAN Perang Salib ialah perang yang dilakukan oleh umat Kristen Eropa untuk merebut dan menguasai Bait al-Maqdis di Yerussalem dari tangan umat Islam. Dinamakan Salib, karena setiap orang Eropa yang ikut bertempur mengenakan tanda Salib di dada kanan sebagai bukti kesucian cita-cita mereka. Perang ini berlangsung dari tahun 1095- 1291 M. Adapun penyebab terjadinya Perang Salib ada dua, yaitu : sebab tak langsung dan sebab secara langsung. Penyebab tak langsung ialah sejak wafatnya Rasulullah saw. di mana daerah-daerah yang dikuasai kaum Nasrani, telah direbut oleh pasukan Islam. Sedangkan penyebab secara langsung ialah 1) Ditetapkannya pajak yang dirasakan menyulitkan kaum Nasrani untuk berzirah ke Yerussalem oleh Penguasa Dinasti Saljuk. 2) Paus Urbanus II beserta Raja-raja Nasrani di Eropa bermaksud membebaskan Konstantinopel (Bizantium) dari kekuasaan Islam serta mempersatukan kekuasaan gereja di Roma dan Yunani. 3) Untuk merebut Bait al-Maqdis di Yerussalem. Disamping itu ada pula faktor atau motif yang melatar belakanginya, yaitu : faktor agama, politik, dan sosial Salahuddin al-Ayyubi mendirikan dinasti Ayyubiyyah di Mesir tahun 1175 M. Ia terkenal gagah perkasa, meneruskan perjuangannya melawan tentara Salib pada tahun 1180 M. Ia berhasil merebut kembali Bait al-Maqdis, Yerussalem pada tanggal 2 Oktober 1187 M. Namun dalam peperangannya melawan Richard di Arsuf, Salahuddin dapat dikalahkan oleh Richard pada tahun 1191 M, namun Bait al-Maqdis belum berhasil dikuasainya. Maka dibuatlah perjanjian perdamaian di Ramlah antara Salahuddin dengan Richard pada tanggal 2 November 1192 M. Adapun dampak Perang Salib adalah adanya kerugian dan keuntungan bagi kedua belah pihak. Meskipun pihak Kristen Eropa menderita kekalahan dalam Perang Salib, namun mereka mendapat hikmah yang tak ternilai harganya sebab mereka dapat berkenalan dengan kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah sedemikian majunya. Dan walaupun umat Islam berhasil mempertahankan wilayah-wilayahnya dari tentara Salib, namun kerugian yang dipikul terlalu banyak untuk dihitung. Karena peperangan berlangsung dari dalam wilayah sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar