Sabtu, 31 Desember 2011

Al-Mutanabbi (915-965 M)

BAB I PENDAHULUAN 1. Latarbelakang Masalah Latar Belakang Masalah Hubungan yang terjalin antara Indonesia dengan negara-negara Arab telah terjalin sejak lama. L.W.C. van den Berg (via al-Gadri, 1988: 56) mengatakan bahwa orang Arab yang pertama datang ke Indonesia berasal dari pantai Teluk Persia dan pantai laut Merah. Hubungan antar kepulauan ini mencapai puncaknya pada zaman Kerajaan Abbasiyah di Mesopotamia dengan ibu kota Baghdad (sekitar tahun 800-1300) yang menjadi pusat ilmu, kebudayaan, dan perdagangan Dunia Islam. Dari daerah inilah asal sebagian besar orang Arab pertama yang sampai di Indonesia dan melakukan asimilasi kebudayaan dengan penduduk setempat. Pengaruh Arab di Indonesia tampak pada beberapa hal, seperti kekuatan politik (berdirinya kesultanan di seluruh nusantara) pendidikan (berdirinya lembaga pendidikan), bahasa (absorbsi bahasa Arab ke dalam Bahasa Indonesia), dan juga kesusasteraan (adopsi syair atau hikmah untuk justifikasi ajaranagamaataulainnya). Salah satu penyair Abbasiyah yang karyanya juga dikenal di Indonesia adalah al-Mutanabbi. Penggalan puisinya tertulis pada dinding perpustakaan nasional di Jakarta. Al-Mutanabbi (915-965 M) adalah penyair Arab yang hidup pada periode Abbasiyah ketiga (Hamori dalam Ashtiany, 1990: 300). Ia dikenal sebagai penyair handal dalam bidang puisi penegiris (madh, panegyric), satu ragam puisi pujian yang digunakan untuk menyanjung sesuatu atau seseorang. Dengan kemampuannya tersebut, ia mencari perlindungan pada para penguasa Abbasiyah dan mendapatkan penghidupan yang layak dari profesinya sebagai penyair istana. Kesuksesannya mendampingi para penguasa tersebut ditentukan oleh karakter dan karakteristik puisinya sehingga ia tetap dipertahankan sebagai penyair istana oleh para penguasa yang menjad ipelindungnya. Hamori (1990:300) menyebutkan bahwa hubungan yang dibangun antara para penguasa dan al-Mutanabbi tidaklah mudah bahkan sangat rentan pecah. Ia memiliki karakter arogan, peka, dan ambisius, sementara pelindungnya adalah raja yang sedianya selalu dilayani dan tidak memerlukan orang dengan karakter negatif seperti al-Mutanabbi. Lalu, bagaimana Ia mampu membangun hubungan yang baik dengan tiga penguasa Abbasiyah bila karakternya justru menjadi ancaman bagi dirinya dan orang lain. Barangkali terdapat faktor lain atau ‘hal lain’ yang mempengaruhi hubungan baik mereka di samping permasalahan personalitas tersebut. Penomena di atas menggugah keingintahuan penulis untuk membaca al-Mutanabbi secara komprehensif, tidak saja berdasarkan biografi melainkan juga berdasarkan puisi yang ia hasilkan. Pertimbangan tersebut didasarkan pada pendapat Courthope (via Hudson, 1960: 65) bahwa puisi merupakan ekspresi pikiran imajinatif dan ‘perasaan’ dalam bahasa metris. Perasaan yang tertuang dalam bait-bait puisi dapat menggambarkan banyak hal, termasuk karakter penyairnya atau kekuatan puisi melalui gugusan tanda yang melingkupinya. Dengan pembacaan secara semiotis, dapat diketahui faktor-faktor yang mampu menciptakan hubungan baik antara al-Mutanabbi dan tiga penguasa tersebut. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah yang diangkat adalah karakter al-Mutanabbi, karakteristik puisinya, dan Pola hubungan yang diciptakan. Dengan tiga hal di atas, dapat diketahui hubungan al-Mutanabbi dengan tiga penguasa Abbasiyah. 3. Tujuan Penelitian Secara teoritis, penelitian ini dilakukan untuk tujuan pengembangan ilmu sastra khususnya teori semiotik, yaitu mencoba memberikan sumbangan pemikiran bagi kepentingan penerapan teori semiotik terhadap puisi al-Mutanabbi. Secara praktis, penelitian ini memberi dasar dalam mengapresiasi puisi al-Mutanabbi sehingga meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghargai dan memahami karya sastra Arab. Dari penelitian ini pula diharapkan dapat ditemukan nilai-nilai yang berguna bagi mahasiswa sehingga nilai-nilai tersebut mampu menambah wawasan dan penghargaan mahasiswa dan peminat sastra Arab di Indonesia terhadap karya sastar Arab dan pribadi al-Mutanabbi sendiri sebagai penyair besar Abbasiyah. 4. Tinjauan Pustaka Usaha para peneliti untuk lebih memahami puisi Al-Mutanabbi sudah dimulai dengan memberikan penjelasan terhadap antologinya. Tercatat dua buah penjelasan yang penulis temukan selama penelitian ini, yaitu karya Mustofa Subaity (Beirut: 1986) dan karya Abdul Wahab Azzam (Cairo, 1944). Walaupun penjelasan tersebut dapat dikatakan sebagai karya ilmiah tapi sebenarnya ia hanya mendeskripsikan arti perbait dari setiap puisi, terutama pada kosakata yang sulit dengan memberi makna yang tersembunyi dibalik piuisi katanya. Dengan demikian, pemaknaan yang ditawarkan para penjelas tidaklah melalui suatu metode tertentu. Penelitian dengan mencari konsep dalam puisi-puisi al-Mutanabbi telah dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti Abdullah (1996) yang mencari nilai-nilai humanisme dalam puisi-puisi al-Mutanabbi. Demikian pula Nurain (2004) yang fokus kepada nilai-nilai pendidikan. Selain buku penjelasan dan penelitian, Al-Mutanabbi juga dibicarakan di dalam berbagai buku, seperti A. Hamori (1990), al-Hasyim (1966), dan Husein. Bila penjelasan yang dilakukan oleh para penulis terdahulu menghadirkan puisi Al-Mutanabbi apa adanya tanpa sentuhan metode sebagai cara memandang sebuah karya sastra, maka penelitian terkini terhadap puisi Al-Mutanabbi tidak pernah lengkap mengambil satu episode puisi. Bait-bait puisi dipenggal secara paksa dan diambil seperlunya untuk mencari konsep-konsep tertentu. Hal ini tentu mengurangi makna puisi sebagai sebuah keseluruhan (wholeness) yang unsur-unsurnya saling berjalin erat (Hawkess, 1978: 18). Penelitian ini kemudian menjadi berbeda dan penting karena berusaha melengkapi apresiasi karya Al-Mutanabbi dengan sebuah metode ilmiah untuk memaknai satu episode puisi secara penuh. 5. Landasan Teori Teori hermeneutik yang gunakan dalam menganalisi puisi al-Mutanabbi ini adalah teori hermeneutic, meskipun merupakn topic tua, akhir-akhir ini telah muncul sebagai sesuatu yang baru dalam bidang filsafat. Hermneutik seakan telah bangkit kembali dari masa lalu dan di anggap penting. Hermeneutik sendiri berasal dari bahasa Yunani, kata hermeneuein (hermeneutik) yang berarti menafsirkan, Istilah Yunani ini mengingatkan kita pada tokoh mitologis yang bernama Hermes, yaitu seorang utusan yang bertugas menyampaikan pesan Jupiter kepada Manusia. Hermes disini dilukiskan sebagai sosok manusia yang mempunyai sayap pada kakinya, Hermes juga lebih dikenal dengan sebutan Mercurius. Dalam bahasa latin tugas Hermes adala menerjemahkan pesan dari Dewa di gunung Olympus kebahasa yang bisa dimengerti oleh manusia. Menurut E.Palmer (1969:3) mengartikan bahwa hermeneutic adalah sebagai proses mengubah sesuatu atau situasi ketidak tahuan menjadi mengerti. 6. Metodologi Penelitian Metode yang dimanfaatkan dalam penelitian ini tersusun dalam tiga langkah. Langkah pertama adalah pembacaan heuristik dan hermeneutik terhadap tiga puisi panegiris al-Mutanabbi> yang didedikasikan kepada tiga penguasa Abbasiyah. Heuristik merupakan pembacaan tahap pertama yang bermula dari awal hingga akhir teks. Pembacaan dengan model ini baru menghasilkan ‘arti’ dan belum memberikan ‘makna’ puisi sebenarnya. Untuk merebut ‘makna’ tersebut dilakukan pembacaan tingkat kedua, yaitu hermeneutik, sebuah pembacaan berdasarkan sistem sastra. Pembaca melakukan peninjauan dan perbandingan ke arah belakang. Dengan cara itu, pembaca akan mampu memperlihatkan hal-hal yang semula terlihat sebagai ungramatikalitas menjadi himpunan kata-kata yang ekuivalen. Langkah kedua, pengidentifikasian matriks, model, dan varian dalam tiga puisi yang diteliti. Penentuan matriks ini memberi makna kesatuan sebuah puisi (Riffaterre, 1978: 19). Oleh karena matriks tidak terdapat di dalam teks, maka dicari aktualisasinya lewat model yang diturunkan dan menjadi visible dengan varian sehingga menurunkan inti teks secara keseluruhan. Langkah terakhir adalah mencari hubungan intertekstual puisi yang diteliti dengan teks lain. Hal ini diperlukan untuk mengetahui konteks dan background sebuah puisi ditransformasikan sehingga makna ketiga puisi ini akan dipahami secara penuh dan optimal. BAB II ANALISIS DAN PEMBAHASAN Puisi yang menjadi objek penelitian, masing-masing berjumlah lebih dari 40 bait. Dalam sastra Arab puisi ini dikenal dengan nama Qasidah; yaitu jenis puisi yang berjumlah 7-100 bait. Mengingat keterbatasan ruang, maka penulis tidak akan menyertakan teks asli maupun terjemahannya. Dengan demikian, pembahasan yang ditampilkan dalam tulisan ini hanya merupakan hasil analisis saja. 1. Pembacaan Heuristik Puisi Sam’an li Amri Ami>r al-’Arab , Wa Khairu Jali>sin fiz-Zama>ni Kita>bu , dan Laqad Ka>nat Khala’iquhum ‘Ida>ka> Dalam puisi Sam’an li Amri Ami>r al-’Arab (Mustofa Subaity>, 1986: 150), terbangun adanya citra seseorang (si aku lirik) yang menghindar dari perintah atasannya. Secara diplomatis, tokoh aku menyebutkan argumentasi yang kuat agar penolakan tersebut tidak menyinggung perasaan rajanya. Di antara alasan tersebut adalah: (1) Ketakutannya pada penghasut, (2) Raja tersebut sangat agung dan kuat sehingga tidak memerlukan bantuannya dalam peperangan, dan (3) kekuatan musuh sangat kecil sehingga mereka pasti menang. Dengan alasan tersebut, tokoh aku pergi meninggalkan rajanya menuju perlindungan raja lain. Dalam puisi Wa Khairu Jali>sin fiz-Zama>ni Kita>bu (Mustofa Subaity>, 1986: 170), terbangun suasana kekecewaan yang dialami oleh seseorang (si aku lirik)> karena perbedaan antara harapan dan kenyataan yang ditemui dalam kehidupan. Tokoh aku mengharapkan ‘sesuatu seperti rambut putih’ atau mahkota, simbol kekuasaan terhadap suatu wilayah. Akan tetapi, harapannya tidak sesuai dengan kenyataan karena seseorang yang menjanjikan wilayah tersebut (si engkau) tidak kunjung memenuhi janjinya. Akhirnya, tokoh aku meninggalkan si engkau menuju perlidungan raja yang lain pula. Dalam puisi Laqad Ka>nat Khala’iquhum ‘Ida>ka> (Mustofa Subaity>, 1986: 211), tergambar suasana berat hati dan kesedihan seseorang (aku lirik) ketika harus berpisah dengan kekasihnya. Kesedihan tersebut membuat tokoh aku menanggung rindu yang tak tertahankan bahkan selalu berharap agar ia bertemu kembali dengan kekasihnya. Pembacaan heuristik ini hanya mampu mendeskripsikan makna kebahasaan. Makna sepenuhnya akan didapat setelah melalui proses pembacaan hermeneutik. 2. Pembacaan Hermeneutik Puisi Sam’an li Amri Ami>r al-’Arab , Wa Khairu Jali>sin fiz-Zama>ni Kita>bu , dan Laqad Ka>nat Khala’iquhum ‘Ida>ka> . Berdasarkan pembacaan tahap kedua pada puisi Sam’an li Amri Ami>r al-’Arab, Wa Khairu Jali>sin fiz-Zama>ni Kita>bu, dan Laqad Ka>nat Khala’iquhum ‘Ida>ka> , ditemukan bahwa tokoh aku dalam puisi-puisi tersebut merujuk pada penyairnya sendiri, yaitu al-Mutanabbi>. Sementara tokoh engkau menunjukkan pelindungnya, yaitu Saif ad-Daulah, Ka>fu>r, dan ‘Ad}ud ad-Daulah. Untuk mengetahui hubungan yang terjalin antara al-Mutanabbi> dengan para pelindungnya, maka perlu dilihat karakter al-Mutanabbi> sebagai faktor yang mampu mempengaruhi hubungan interpersonal. Pada ketiga puisi tersebut ditemukan karakter-karakter positif dan negatif al-Mutanabbi>. Karakter positif tersebut berupa, berpendirian teguh, suka menolong, bersikap hati-hati, dan setia, cerdas, santun, dan pandai berterima kasih. Adapun karakter negatif yang muncul dalam puisi ini adalah pamrih dan arogan. Karakter positif al-Mutanabbi> yang dominan dalam puisi Sam’an li Amri Ami>r al-’Arab merupakan potensi yang besar baginya untuk membangun hubungan baik dengan Saif ad-Daulah , terutama karakternya yang setia dan suka menolong menjadikan ia dihargai dan dibutuhkan oleh Saif ad-Daulah sebagai penyair istana. Karakter al-Mutanabbi> yang muncul pada puisi Wa Khairu Jali>sin fiz-Zama>ni Kita>bu secara kontradiktif muncul bersamaan, yaitu santun dan arogan. Kesantunannya terlihat dalam caranya mengungkapkan harapan terhadap janji-janji Ka>fu>r yang telah diberikan kepadanya. Ia memilih sikap pasif sehingga ia tidak berhasil mendapatkan harapannya sebagaimana tergambar dalam matriks puisi ini. Pada bagian lain, ia memuncukan sikap arogan untuk memberi kesan bahwa ia tidak kecewa dengan harapan yang tidak tercapai tersebut. Dalam puisi Laqad Ka>nat Khala’iquhum ‘Ida>ka> tidak ditemukan sama sekali karakter negatif al-Mutanabbi>. Justru yang muncul adalah kepandaiannya dalam mensyukuri kebaikan pelindungnya, ‘Ad}ud ad-Daulah, tanpa tendensi apapun. Berdasarkan pembacaan tingkat kedua pada tiga puisi ini, karakter positif al-Mutanabbi> lebih dominan dari pada karakter negatif sehingga menjadikan hubungannya dengan tiga penguasa berjalan dengan baik. Kekhawatiran tentang karakter negatifnya pada awal pembicaraan ini yang mungkin dapat merusak hubungannya dengan tiga penguasa dapat ditutupi dengan kontribusinya yang tergambar dalam karakter-karakter positif. Berdasarkan pembacaan hermeneutik pada ketiga puisi ini, ditemukan pula bahwa karakteristik puisi al-Mutanabbi> mengandung unsur diplomasi yang kuat serta menggunakan bahasa kiasan, seperti kontradiksi, pars pro toto, dan hiperbola. Karakteristik puisi seperti ini memberikan kontribusi yang penting bagi hubungan keduanya. Kemampuannya berdiplomasi dalam menghadapi masalah seringkali menjadi faktor yang mampu menyelamatkan dirinya dari kesan-kesan negatif yang mungkin dialamatkan kepadanya. Gaya bahasa kiasan yang digunakan dalam puisi ini, seperti kontradiksi dan hiperbola menjadikan puisinya memiliki nilai estetika yang tinggi. Ketika ia membandingkan tiga penguasa tersebut dengan raja-raja lainnya akan tampak perbandingan yang sangat kontradiktif, apalagi dengan dukungan gaya bahasa hiperbola yang bersifat menyangatkan objek yang sedang menjadi pembicaraannya. Karakteristik puisi seperti ini sangat dibutuhkan oleh para penguasa-penguasa Abbasiyah karena berfungsi meningkatkan citra diri mereka baik di depan rakyat, lawan politik, ataupun raja-raja lain yang menjadi seterunya. Akibatnya, para penguasa tersebut berusaha mempertahankan hubungan baik dengan al-Mutanabbi> dengan pola yang terbangun, yaitu pola pelindungan, pola simbiosis mutualisme, dan persahabatan. 3. Matriks, Model, Varian Puisi Sam’an li Amri Ami>r al-’Arab , Wa Khairu Jali>sin fiz-Zama>ni Kita>bu , dan Laqad Ka>nat Khala’iquhum ‘Ida>ka> Matriks atau inti puisi tidak tertulis secara eksplisit di dalam teks puisi. Oleh karena itu, identifikasi matriks dicari melalui aktualisasinya pada model dan visibilitasnya di dalam varian-varian. Model dalam puisi Sam’an li Amri Ami>r al-’Arab adalah ‘Sekalipun pekerjaan itu lebih pendek dari seharusnya’. Baris puisi ini menjadi model karena sifatnya yang puitis dan hipogramatik. Artinya, segala tindakan penolakan si aku bersumber dari baris puisi ini. Model di atas ditransformasikan ke dalam wujud varian-varian yang menyebar ke seluruh puisi, yaitu (1) ‘Tidak ada yang menghalangi kecuali penghasut’, (2) ‘Ia adalah besi dan yang lainya adalah kayu’, (3), ‘Wahai pedang tuhan, bukan pedang makhluqnya’, dan (4) “Perkataan musuh memperdayai Dumasytuq bahwa Ali adalah berat dan kronis’, dan (5) ‘Seandainya engkau menghukum dengan benci dan cinta’. Pencarian model dan varian-varian puisi Sam’an li Amri Ami>r al-’Arab di atas merupakan jalan untuk menentukan matriks puisi ini. Adapun matriks puisi ini adalah upaya melepaskan diri oleh seseorang (tokoh aku atau al-Mutanabbi>) dari perintah sang raja Arab (atau Saif ad-Daulah) karena rasa kecewa yang pernah dialami ketika bersamanya. Baris puisi yang memiliki nilai puitis, bersifat hipogramatik, dan monumental pada puisi Wa Khairu Jali>sin fiz-Zama>ni Kita>bu adalah ‘Dalam jiwaku ada kebutuhan dan dalam dirimu terdapat kecerdasan’. Baris ini menjadi model karena segala kekecewaan si aku (al-Mutanabbi>) bersumber dari ‘kebutuhan’nya yang tidak dipenuhi oleh si engkau (Ka>fu>r) yang memiliki ‘kecerdasan’ untuk membaca ‘kebutuhan’ si aku. Model di atas ditransformasikan ke dalam wujud varian-varian yang menyebar ke seluruh puisi, yaitu (1) ‘Aku pernah bercita-cita’, (2) ‘Diriku bagaikan bintang’, (3) ‘Teman yang paling baik di dunia adalah buku’, dan (4) ‘Sedang antara yang kuharap dan yang engkau berikan terdapat penghalang’. Setelah diketahui model dan varian-variannya, matriks puisi ini dapat ditentukan, yaitu ‘perasaan seseorang (tokoh aku) yang kecewa karena harapannya tidak sesuai dengan kenyataan’. Matriks tersebut merupakan gambaran kekecewaan al-Mutanabbi> terhadap janji Ka>fu>r untuk memberikannya sebuah wilayah kekuasaan. Baris puisi yang puitis dan monumental dalam puisi Laqad Ka>nat Khala’iquhum ‘Ida>ka> dan menjadi model adalah ‘Aku akan pergi dan telah engkau stempel hatiku dengan cintamu’. Baris puisi ini, selain puitis juga karena ia menjadi hipogram bagi keseluruhan bait-baitnya. Artinya, segala kesedihan si aku diakibatkan oleh perpisahannya dengan si engkau yang telah mencintai si aku dengan sungguh yang diibaratkan seperti ‘stempel’. Model ‘Aku akan pergi dan telah engkau stempel hatiku dengan cintamu’ diekspansi ke dalam wujud varian-varian yang menyebar ke seluruh puisi, yaitu (1) ‘Semoga ada korban untukmu siapa yang melalaikan panggilanmu’, (2) ‘Engkau telah membebaniku dengan perasaan terima kasih yang panjang dan berat’, (3) ‘Andaikan si tidur membicarakan tentang kemurahanmu’, dan (4) ‘Engkau di antara kekasihku begitu istimewa dengan rindu tak tertanggung’. Setelah diketahui model dan varian-variannya, diketahui pula matriks puisi ini, yaitu penderitaan seseorang akibat perpisahan yang memutuskan hubungannya dengan sang kekasih. Matriks ini merupakan gambaran hubungan mesra antara al-Mutanabbi> dengan ‘Ad}ud al-Daulah. 4. Hubungan Intertekstual Puisi al-Mutanabbi> dengan teks lain Memahami hubungan al-Mutanabbi> dengan ketiga penguasa dalam puisi gubahan terakhir ternyata akan mendapatkan maknanya yang penuh setelah dihubungkan dengan teks-teks lain. Hubungan yang terjalin dengan Saif ad-Daulah pada puisi Sam’an li Amri Ami>r al-’Arab berhipogram kepada puisi Wafa>‘ukuma> ka ar-Rab’i. Dari unsur-unsur yang ditransformasikan dapat diketahui bahwa hubungan yang baik tetap ingin dipertahankan oleh al-Mutanabbi> walaupun mereka tidak bersama lagi. Hubungan al-Mutanabbi> dengan Ka>fu>r tidak bertahan lama setelah diketahui transformasi unsur-unsur puisi Kafa> bika da>‘an ke dalam puisi Wa Khairu Jali>sin fiz-Zama>ni Kita>bu. Sementara itu, hubungannya dengan ‘Ad}ud ad-Daulah berjalan sangat baik sehingga ia mengalami kesedihan luar biasa ketika akan berpisah. Ekspresi kesedihan tersebut ditransformasikan dari unsur-unsur yang terdapat pada puisi Asafi> ‘Ala> at-Taudi>‘. Dengan sifat intertekstualitas teks-teks di atas diketahui bahwa teks transformasi biasanya berfungsi sebagai penegasan terhadap suatu masalah yang terdapat dalam teks hipogramnya. Dengan cara memahami intertekstualitas teks, hubungan yang terjalin antara al-Mutanabbi> dengan tiga penguasa Abbasiyah dapat dilihat secara holistik dan komprehensif. KESIMPULAN Pembacaan terhadap tiga puisi panegiris al-Mutanabbi> yang didedikasikan kepada tiga penguasa Abbasiyah secara semiotis menunjukkan bahwa hubungan yang terjalin antara al-Mutanabbi> dengan tiga penguasa Abbasiyah ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu karakter al-Mutanabbi> (setia, teguh pendirian, suka menolong, cerdas, sopan, dan juga arogan), karakteristik puisi (diplomasi, kontradiksi, hiperbola, pars pro toto), dan pola hubungan yang diciptakan (perlindungan, persahabatan, simbiosis-mutualsime). Walaupun karakter al-Mutanabbi> merupakan unsur penting dalam menjaga kualitas hubungan, tetapi karakteristik puisinya yang istimewa merupakan unsur yang paling signifikan dalam menciptakan hubungan baik dengan para penguasa tersebut. Karakteristik puisi al-Mutanabbi> diperlukan oleh para penguasa untuk meningkatkan citra mereka di depan rakyat dan musuhnya. Dalam interaksinya dengan ketiga penguasa tersebut, al-Mutanabbi> melakukan pola hubungan dalam bentuk perlindungan, persahabatan, dan simbiosis-mutualisme. Ketiga faktor di atas dapat menjelaskan hubungan yang terjalin antara al-Mutanabbi> dengan para pelindungnya dalam suatu waktu tertentu sekaligus menunjukkan peran, fungsi, dan keberhasilan al-Mutanabbi> sebagai penyair Arab yang besar.

Analisis Puisi Umrul Qais

Analisis Puisi Umrul Qais Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Metode Penelitian Sastra Dosen pengampu Drs. Yulia Nasrul Latifi, M. Hum Syair ini merupakan buah karya dari Al-Malik Adholil yakni Umrul Qais yang menunjukan kelihaiannya dalam menggambarkan suatu kejadian atau peristiwa dengan gayanya yang khas sehingga bayangan yang ada seperti benar-benar terjadi. Untuk itu penulis akan mengutip syairnya beliau yang mengisahkan kepada kita tentang sesuatu problematika kehidupan, kesusahan atau kegelisahan yang dialaminya sebagai berikut: وليل كموج البحر أرخى سدوله # علي بأنوع الهموم ليبتلى فقلت له لما تمطى بصلبه # واردف اعجازا وناء بكلكل اﻻايهاالليل الطويل اﻻ انجلى# بصبح وما اﻻء صباح منك بأمثل فيا لك من ليل كان نجومه # بكل مغار الفتل شدت بيذ بل Artinya: “ Malam bagaikan gelombang samudra yang menyelimutkan tirainya padaku, dengan kesedihan untuk membencanaiku, aku berkata padanya kala ia menggeliat merentang tulang punggungnya dan siap melompat menerkam mangsanya, wahai malam panjang kenapa engkau tidak segera beranjak pergi yang digantikan pagi yang tiada pagi seindah kamu, Oh… malam yang gemintangnya, bagaikan terjerat ikatan yang kuat.” Sebenarnya penyair ini akan mengutarakan betapa malang nasibnya. Dimana keresahan hatinya akan bertambah susah bila malam hari tiba. Karena pada saat itu dia merasakan seolah-olah malam sangat itu panjang sekali. Umrul Qais mengemukakan keberadaannya yang sedang dilanda persoalan kehidpan dengan malam gelap gulita, tidak hanya berhenti dalam kegelapan malam, beliau menyerupakan malam itu dengan ombak yang penuh dengan kotoran, juga ingin menyampaikan kepada pembaca betapa persoalannta sangat rumit dan sulit sekali sehingga ia mengharapkan waktu pagi hari segera tiba, agar keresahannya akan berkurang, namun keresahan itu tidak jua berkurang walaupun pagi hari telah tiba. Contoh diatas merupakan bukti nyata akan kepandaian penyair ini dalam menggambarkan sesuatu keadaan. Sehingga keadaan atau peristiwa itu seakan-akan benar tejadi adanya. juga memberikan gambaran kepada kita, bagaimanakah penyair itu memberikan gambaran yang sangat besar akan keresahan melandanya dan dialaminya pada waktu itu, sehingga baik pada waktu malam hari maupun pagi hari keresahan itu tetap saja mengikutinya seperti seseorang yang selalu diikuti bayangannya ketika hendak menggerakan kakinya dalam sinaran bulan purnama di malam hari yang segelap lautan. Rahasia keindahan syair ini adalah penyair tidak menjelaskan atau menceritakan keresahan yang dialaminya secara langsung. Bahkan Umrul Qais memberikan perumpamaan terlebih dahulu dan suatu permisalan yang dekat dengan pengertian aslinya, kemudian penyair ini mengajak sang malam hari tuk untuk berbicara dan bercakap-cakap layaknya seorang manusia diajak bicara. Syair ini adalah syair yang abadi, tak lekang dimakan zaman karena imajinasi yang sangat kuat/daya khayalnya yang tinggi, katanya singkat tapi maknanya dalam, isi pada syair ini kondisonal/situasional yakni ketika seseorang dilanda problem, keresahan, kegelisahan, banyak masalah yang diderita, dan lainya. Ketika kita membaca dan mendalami, juga menghayati kandungan syair ini kita akan menemukan sesuatu kesamaan rasa, kesamaan konflik, atau penokohannya yakni si penyair itu sendiri. Karena seperti yang disebutkan penulis diatas, penyair ini tidak menceritakan dengan pasti seperti apa konflik yang terjadi keresahan, problematika/masalah-masalah yang terjadi. Keindahan syairnya terletak pada caranya pemilihan kata atau diksinya yang halus dalam syair ghazalnya. Walaupun hidup dalam keadaan geografis alam yang keras tetapi tak mempengaruhi kata-katanya yang halus dan lembut dalam syairnya itu. Ditambah dengan istirah/kata kiasan dan perumpamaan. Sehingga banyak orang beranggapan bahwa dialah penyair yang pertama yang menciptakan perumpamaan dalam syair Arab. Disamping itu, Umrul Qais menggunakan kata-kata yang sangat kental dengan persoalan problematika kehidupan وليل وهموم وابتلى,موج (ombak, malam, resah gelisah, menguji dll) pada diksi ini mengajak kita para pembaca bahwa persoalan yang dihadapi penyaiir merupakan persoalan yang rumit. Dilihat dari stilistika/uslub (gaya bahasa) Umrul Qais menggunakan gaya bahasa tasybih yaitu menyerupakan sesuatu dengan yang lain karena ada sifat yang dimiliki keduanya. ليل (Musyabbah) diserupakan dengan موج البحر (musyabbah bih), ك (adat tasybih) dan wajhut tasybih tidak disebutkan secara eksplisit. Gaya bahasa seperti ini disebut dengan gaya bahasa tasybih mujmal yakni gaya bahasa tasbih yang tidak menyebutkan atau menafikan wajhu Shibhinya. sedangkan dari segi struktur atau tifografinya puisi ini terikat oleh wazan dan Qafiyahnya dan ini merupakan ciri dari puisi zaman jahili tidak bebas seperti puisi modern sekarang. Walapun terkadang syairnya mengandung sifat kebadwian dalam ungkapan kering dan kasar, dengan makna-makna yang seram. Tetapi imajinasinya sangat kuat sekali, kadang terlihat dalam membayangkan suatu yang keemasan dan penampilkanya indah sekali, maknanya memukau dan menusuk lerung hati yang paling dalam, tasbib/nasibnya (pelukisannya) lembut selembut kain sutra, wasfnya (pelukisan, narasi) akrab seakrab orang arab yang menjamu tamunya, mudah diserap dan dipahami karena penciptaanya seindah-indahnya menggunakan imajinasi yang kuat. mungkian ada beberapa faktor mengapa tulisan syairnya Umrul Qais bisa seperti itu yakni karena keadaan geografis wilayah yang ganas, pergaulannya dengan suku badui yang cendrung kasar tapi mungkin positifnya ia bisa mempunyai daya imajinasi yang kuat dan bebas mungkin karena bergaul dengan mereka yang notabene orang dan pikirannya bebas. Kemudian yang terakhir keadaan psikologis dan sikis penyair ini pada masa usia masih beliau sudah mengalami guncangan yang cukup dahsyat, ia diusir dari surga dunianya yaitu istana ayahnya karena peringainya yang buruk. Perlu diketahui latar belakang penciptaan syair diatas menceritakan pengalaman dan kehidupan pribadi sang penyair itu sendiri. Pengalaman disini adalah pengalaman yang menyakitkan dan mengiris hatinya seperti kandas cintanya dengan sang kekasih Unaizah, keluarganya dibunuh dan kerajaan ayahnya runtuh oleh musuh, kalah dalam perang menuntut balas dendam kepada Bani Asaf, terus karena penyakit yang ia derita dan akhirnya sampai sang maut menjemput di kota Angkara Turki Bizantium waktu ingin meminta bantuan pada raja kekaisaran Romawi Timur (Bizantium). Pesan yang ingin disampaikan penyair ini pada syair di atas kemungkinan tentang permasalah-permasalahan yang mebelenggu/mengikatnya seperti yang penulis utarakan yang membuat penyair ini resah, gelisah, bercakap-cakap dengan malam dan mengadu padanya untuk berubah jadi siang. Sehingga dapat diketahui bahwa tema dari puisi ini adalah keresahan, kegeisahan terhadap problematika kehidupan yang penyair ini rasakan dalam syair gahzalnya. DAFTAR PUTAKA Ali Al-Mudhar, Yunus dan H Bey, Arifin. 1983. Sejarah Kesustraan Arab, Surabaya: PT Bina Ilmu. Al-Zauzini, Ahmad Ibn Al-Husain. Syarh Al-Muallaqot Al-Sabng’u. Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah. Bunyamin Bahrum. 2003. Sastra Arab Jahili (Pra Islam), Terjemahan; Al-Adab Al-Arabiyah Al-Jahiliyah. Yogyakarta: Abad Perss. H. Wargadinata, Wildana dan Fitriani, Laily. 2008. Sastra Arab dan Lintas Budaya. Malang: UIN Malang Press. Muzakki, Ahmad. 2006. Kesusastraan Arab: Pengantar Teori dan Terapan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Idris Marjoko. 2007. Ilmu Balagah Antara Al-Bayan dan Al-Badi’, Yogyakarta: Teras

TEORI RESEPSI SATRA MENURUT ISER

A. TEORI RESEPSI SATRA MENURUT ISER Teori resepsi sastra memeberikan perhatian kepada pembaca secara penuh, teori ini melihat cara-cara taks sastra mempengaruhi pembaca secara intelektual (retoroa/gudang bacaan) dan secara aktif atau perasaan. Secar spesifiknya teori ini menganalisis peran pembaca dalam memberikan interpretasi terhadap karya taks sastra. Berbeda dengan teori formalistik, teori resepsi sastra memandang taks sendiri tidak bermakna sampai ia dibaca oleh pembaca. Pembacalah yang memasukan makna dan menciptakan makna terhadap taks karya sastra. Teori ini dapat mempertimbangkan strategi-strategi yang dipakai pengarang dalam memunculkan respon-respon tertentu dari pembaca. Secara otomatis teori ini menampikan kemungkinan globalitas karya sastra sebagai karya yang akan selalu berarti sama, mempunyai interpretasi sama, dan pemaknaan sama bagi pembaca dimana saja. Sebab, setiap pembaca yang menyusupkan “tema identitas” pada taks karya sastra sampai pada pada konteksnya yang lebih luas, mencipta ulang taks tersebut dalam gambaran imaji pembaca. Karenanya, pembacaan seseorang dapat dipahami sebagai fungsi identitas personal . Tokoh sastara yang merumuskan teori respon pembaca salah satunya adalah Iser. Beliau memperhatikan kesan yang dapat muncul ketika pembaca menghadapi taks sastra. Meurut hemat beliau, suatu karya sastra akan menimbulkan kesan tertentu pada pembacanya. Kesan ini didapat melalui “hakikat” yang ada pada karya sastra itu, yang dibaca oleh pembacanya. Dalam proses pembacaanya akan terjadi interaksi antara hakikat karya sastra itu dengan “teks luar” yang memungkinkan memberikan kaidah dan nilai yang berbeda. Disinilah terjdi dinmika pembacaan yang antara lain disebabkan oleh taks karya sastra yang selalu memperlihatkan ketidakpastian makna sehingga pembaca secara leluasa dapat menggunakan kemungkinan yang ada pada dirinya sendiri setelah ia membacanya dengan menggunakan gudang bacaan yang ia miliki (repertoa). Iser memberikan kesan yang ada pada pembaca dalam membaca suatu karya, yang memungkinkan membawanya pada sesuatu “pengalaman” baru. Kesan pembaca ini ditentukan oleh “taks luar” yang ada pada dirinya. Taks luar yang mempengaruhi pembaca ini bisa saja mempengaruhi seorang penulis dalam menulis karyannya karena penulis bisa saja memperhitungkan taks luar yang membentuk dunia pembacanya . Langkah kerjanya Iser bertolak dari karya sastra dan apa yang dinyatakan oleh sastrawannya. Kemudian ia menghubungkannya dengan pembaca untuk melihat bagaimana karaya itu dapat meninggalkan kesan kepada mereka dalam membacanya. Kesan tersebut dapat dimungkinkan oleh keadaan dalam karya sastra itu sendiri, latar belakang pembacanya, dan kesanggupan pembaca menggunakan imajinasi mereka terhadap resepsi yang diberikan. B. ANALISIS PUISI UMRUL QAIS MENGGUNAKAN TEORI RESEPSI SATRA ISER Umrul Qais dijuluki raja dari segala raja penyair tapi perlu diketahui orang Arab yang pertama kali menciptakan syair Arab ialah Muhalhil bin Rabiah Atthaghribi. ia dianggap menjadi orang pertama yang menciptakan syair Arab, karena dari sebagian banyak syair bahasa Arab yang ditemukan ialah hanya sampai zaman Muhalhil saja. Dari sekian banyak karya syair Muhalhil yang dapat diselamatkan hanyalah tiga puluh bait saja. Setelah zaman in barulah muncul penyair-penyair yang dipelopori oleh Umrul Qais dkk. Tak terbantahkan lagi pengaruh Umrul Qais dalam syair bahasa arab sangat kental, kendati Muhalhil atau orang arab sebelum Muhalhil sebagai pencetus tetapi sebagai penyair yang memberikan sumbangsih yang sangat besar, pengaruhnya abadi, dan banyak ditiru oleh generasi penyair masa jahiliah dan mungkin sampai sekarang generasi modern atau generasi selanjutnya yang akan mendatang. Syair ini merupakan buah karya dari Al-Malik Adholil yakni Umrul Qais yang menunjukan kelihaiannya dalam menggambarkan suatu kejadian atau peristiwa dengan gayanya yang khas sehingga bayangan yang ada seperti benar-benar terjadi.inilah syairnya beliau dari tiga puluh bait hanya sedikit bait yang mengisahkan kepada kita tentang sesuatu problematika kehidupan, kesusahan atau kegelisahan yang dialaminya sebagai berikut : وليل كموج البحر أرخى سدوله # علي بأنوع الهموم ليبتلى فقلت له لما تمطى بصلبه # واردف اعجازا وناء بكلكل اﻻايهاالليل الطويل اﻻ انجلى# بصبح وما اﻻء صباح منك بأمثل فيا لك من ليل كان نجومه # بكل مغار الفتل شدت بيذ بل Artinya: “ Malam bagaikan gelombang samudra yang menyelimutkan tirainya padaku, dengan kesedihan untuk membencanaiku, aku berkata padanya kala ia menggeliat merentang tulang punggungnya dan siap melompat menerkam mangsanya, wahai malam panjang kenapa engkau tidak segera beranjak pergi yang digantikan pagi yang tiada pagi seindah kamu, Oh… malam yang gemintangnya, bagaikan terjerat ikatan yang kuat.” Dalam syair ini pengarang mengutarakan betapa malang nasibnya. Dimana keresahan hatinya akan bertambah susah bila malam hari tiba. Karena pada saat itu dia merasakan seolah-olah malam sangat itu panjang sekali. Umrul Qais mengemukakan keberadaannya yang sedang dilanda persoalan kehidpan dengan malam gelap gulita, tidak hanya berhenti dalam kegelapan malam, beliau menyerupakan malam itu dengan ombak yang penuh dengan kotoran, juga ingin menyampaikan kepada pembaca betapa persoalannta sangat rumit dan sulit sekali sehingga ia mengharapkan waktu pagi hari segera tiba, agar keresahannya akan berkurang, namun keresahan itu tidak jua berkurang walaupun pagi hari telah tiba. Contoh diatas merupakan bukti nyata akan kepandaian penyair ini dalam menggambarkan sesuatu keadaan. Sehingga keadaan atau peristiwa itu seakan-akan benar tejadi adanya. juga memberikan gambaran kepada kita, bagaimanakah penyair itu memberikan gambaran yang sangat besar akan keresahan melandanya dan dialaminya pada waktu itu, sehingga baik pada waktu malam hari maupun pagi hari keresahan itu tetap saja mengikutinya seperti seseorang yang selalu diikuti bayangannya ketika hendak menggerakan kakinya dalam sinaran bulan purnama di malam hari yang segelap lautan. Rahasia keindahan syair ini adalah penyair tidak menjelaskan atau menceritakan keresahan yang dialaminya secara langsung. Bahkan Umrul Qais memberikan perumpamaan terlebih dahulu dan suatu permisalan yang dekat dengan pengertian aslinya, kemudian penyair ini mengajak sang malam hari tuk untuk berbicara dan bercakap-cakap layaknya seorang manusia diajak bicara. Syair ini adalah syair yang abadi, tak lekang dimakan zaman karena imajinasi yang sangat kuat/daya khayalnya yang tinggi, katanya singkat tapi maknanya dalam, isi pada syair ini kondisonal/situasional yakni ketika seseorang dilanda problem, keresahan, kegelisahan, banyak masalah yang diderita, dan lainya. Ketika kita membaca dan mendalami, juga menghayati kandungan syair ini kita akan menemukan sesuatu kesamaan rasa, kesamaan konflik, atau penokohannya yakni si penyair itu sendiri. Karena seperti yang disebutkan penulis diatas, penyair ini tidak menceritakan dengan pasti seperti apa konflik yang terjadi keresahan, problematika/masalah-masalah yang terjadi. Keindahan syairnya terletak pada caranya pemilihan kata atau diksinya yang halus dalam syair ghazalnya. Walaupun hidup dalam keadaan geografis alam yang keras tetapi tak mempengaruhi kata-katanya yang halus dan lembut dalam syairnya itu. Ditambah dengan istirah/kata kiasan dan perumpamaan. Sehingga banyak orang beranggapan bahwa dialah penyair yang pertama yang menciptakan perumpamaan dalam syair Arab. Disamping itu, Umrul Qais menggunakan kata-kata yang sangat kental dengan persoalan problematika kehidupan وليل وهموم وابتلى,موج (ombak, malam, resah gelisah, menguji dll) pada diksi ini mengajak kita para pembaca bahwa persoalan yang dihadapi penyaiir merupakan persoalan yang rumit. وليل كموج البحر أرخى سدوله # علي بأنوع الهموم ليبتلى “Malam bagaikan gelombang samudra yang menyelimutkan tirainya padaku, dengan kesedihan untuk membencanaik”. Dilihat dari stilistika/uslub (gaya bahasa) pada penngalan syair Umrul Qais di atas, beliau menggunakan gaya bahasa tasybih yaitu menyerupakan sesuatu dengan yang lain karena ada sifat yang dimiliki keduanya. ليل (Musyabbah) diserupakan dengan موج البحر (musyabbah bih), ك (adat tasybih) dan wajhut tasybih tidak disebutkan secara eksplisit. Gaya bahasa seperti ini disebut dengan gaya bahasa tasybih mujmal yakni gaya bahasa tasbih yang tidak menyebutkan atau menafikan wajhu Shibhinya. sedangkan dari segi struktur atau tifografinya puisi ini terikat oleh wazan dan Qafiyahnya dan ini merupakan ciri dari puisi zaman jahili tidak bebas seperti puisi modern sekarang. Walapun terkadang syairnya mengandung sifat kebadwian dalam ungkapan kering dan kasar, dengan makna-makna yang seram. Tetapi imajinasinya sangat kuat sekali, kadang terlihat dalam membayangkan suatu yang keemasan dan penampilkanya indah sekali, maknanya memukau dan menusuk lerung hati yang paling dalam, tasbib/nasibnya (pelukisannya) lembut selembut kain sutra, wasfnya (pelukisan, narasi) akrab seakrab orang arab yang menjamu tamunya, mudah diserap dan dipahami karena penciptaanya seindah-indahnya menggunakan imajinasi yang kuat. mungkian ada beberapa faktor mengapa tulisan syairnya Umrul Qais bisa seperti itu yakni karena keadaan geografis wilayah yang ganas, pergaulannya dengan suku badui yang cendrung kasar tapi mungkin positifnya ia bisa mempunyai daya imajinasi yang kuat dan bebas mungkin karena bergaul dengan mereka yang notabene orang dan pikirannya bebas. Kemudian yang terakhir keadaan psikologis dan sikis penyair ini pada masa usia masih beliau sudah mengalami guncangan yang cukup dahsyat, ia diusir dari surga dunianya yaitu istana ayahnya karena peringainya yang buruk. Perlu diketahui latar belakang penciptaan syair diatas menceritakan pengalaman dan kehidupan pribadi sang penyair itu sendiri. Pengalaman disini adalah pengalaman yang menyakitkan dan mengiris hatinya seperti kandas cintanya dengan sang kekasih Unaizah, keluarganya dibunuh dan kerajaan ayahnya runtuh oleh musuh, kalah dalam perang menuntut balas dendam kepada Bani Asaf, terus karena penyakit yang ia derita dan akhirnya sampai sang maut menjemput di kota Angkara Turki Bizantium waktu ingin meminta bantuan pada raja kekaisaran Romawi Timur (Bizantium). Pesan yang ingin disampaikan penyair ini pada syair di atas bisa jadi tentang permasalah-permasalahan yang mebelenggu/mengikatnya seperti yang penulis utarakan yang membuat penyair ini resah, gelisah, bercakap-cakap dengan malam dan mengadu padanya untuk berubah jadi siang. Sehingga dapat diketahui bahwa tema dari puisi ini adalah keresahan, kegeisahan terhadap problematika kehidupan yang penyair ini rasakan dalam syair gahzalnya. DAFTAR PUTAKA Ali Al-Mudhar, Yunus dan H Bey, Arifin. 1983. Sejarah Kesustraan Arab, Surabaya: PT Bina Ilmu. Al-Zauzini, Ahmad Ibn Al-Husain. Syarh Al-Muallaqot Al-Sabng’u. Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah. Bunyamin Bahrum. 2003. Sastra Arab Jahili (Pra Islam), Terjemahan; Al-Adab Al-Arabiyah Al-Jahiliyah. Yogyakarta: Abad Perss. H. Wargadinata, Wildana dan Fitriani, Laily. 2008. Sastra Arab dan Lintas Budaya. Malang: UIN Malang Press. Muzakki, Ahmad. 2006. Kesusastraan Arab: Pengantar Teori dan Terapan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Idris Marjoko. 2007. Ilmu Balagah Antara Al-Bayan dan Al-Badi’, Yogyakarta: Teras

Teori Respsi Sastra Jauss

1. Teori respsi sastra jauss Teori sastra respon pembaca sering juga dikenal dengan istilah teori resepsi sastra, teori ini memusatkan perhatian pada hubungan antar teks sastra dan pembaca, teori ini juga menjadi landasan konseptual kritik sastra atau penelitian sastra yang secara khusus ingin melihat relasi pembaca dan teks sastra, kritik sastra yang berlandaskan pada teori ini adalah kritik respon pembaca ( reader-response criticism ). Kritik ini menyatakan bahwa “makna” karya sastra adalah interpretasi yang diciptakan atau dikonstruksikan/ dihasilkan ileh pembaca dan penulis sebagai objek kolektif. Ia memberikan tindakan perhatiaan pada tindakan kreatif pembaca dalam memmasukan makna kedalam teks sastra. Kritik ini menganggap bahwa orang yang berbeda repertoa seorang subjek pembaca akan menfsirkan teks karya sastra secara berbeda, tergantung dari presfektif mana ia melihat dan sejauh mana depertoa pembaca dalam memahami teks karya sastra tersebut. Sebagai konsikuensi logis pluralitas dan kompleksitas pemberiaan makna terhadap interpretasi tks tadi merupakan sebuah keniscayaan. Oleh karena itu nteori ini menyatakan tidak ada pembacaan atau intrepretasi tunggal ataupun yang paling benar. Karya satra itu ada jika ia dapat mempemgaruhi pembaca baik itu berupa tindakan-tindakan yang sifatnya aktif maupun sebuah penilaiaan terhadap teks tersebut. Jauss sebagai tokoh perumus dan pengembang teori resefsi sastra, dalam teorinya ia memusatkan perhatiaan bagaimana suatukarya diterima pada suatu mada tertentu berdasarkan horizon penerimaan tertentu atau erwartungshorisont atau horizon of expretion. Partisifasi penbacalah yang menghidupkan karya sastra. Sebuah karya baru menjadi peristiwa sastra, bila karya itu telah dilihat denjgan hubungan dengan karya lain. Suatu karya akan menyebabkan pembacanya memberikan reaksi tertentu berdasarkan textual strategy tertentu. Jadi bisa kita asumsikan bahwa penerimaan dapat dilihat sebagai perluasan dari adspek semiotic yang timbul dalam pengembangan dan perbaikan suatu system. dengan kata lain perubahan horizon penilaian juga bisa mengalami perubahan. Penerimaan karya sastra dalam lapisan masyarakat bisa terjadi dengan berbagai macam kemungkinan. Reaksi atau parsitifasi aktifnya terjadi dalam bentuk adanya orang yang menciptakan karya sastra yang lain. Reaksi ini berbeda dari penerimaan fasif yang ifatnya hanya mengomentari, menyukai, memberikritikan dan masukan terhadap karya sastra tersebut. Memperhatikan bagaimana karya sastra siterima oleh seoramg menulis yang lenih kemudian dan bagaimana seterusnya ia bisa melanjutkan, memberikan kemungkinan lai9n; estetika dan presfektif peluang penyusunan sejarah serta yang lain, yang menekankan pada aspek perkenbangannya dalam hal ini karya sastra puisinya Zuhair Bin Abi Sulma. Pendekatan jauss menekankan aspek penerimaan dalam hal ini bagaimana seorang penulis kreatif dalam menerima karya sebelumnya yang memungkinkan ia dapat menciptakan sesuatu yang baru darinya, atau bagaimana seorang bukan penulis kreatif menerima suatru karya sehingga karya itu bermakna tertentu bagi dirinya. Pada intinya memusatkan kepada keaktifan pembaca kepada kesanggupan mereka dalam menggunakan imajinasi dalam proses pembacaan. Jaus memahami karya sastra dapat terlihat dari pernyataan mereka. Pernyataan ini mungkin saja berupa komentar-komentar atau berupa karangan lain yang mentransformasikan atau mendemistifikasikan karangan yang pernah dibacanya. Pendekatan jaus ini memberikan krangka bagi perkembangan sastra karena pendekatannya mengembangkan perhatiaan pada aktivitas pembaca, bukan sebatas kesan seperti yang di adumsikan oleh Iser. 1. ZUHAIR BIN ABI SULMA • MENGENAL ZUHAIR BIN ABI SULMA Zuhair bin Abi Sulma berasal dari bani Ghathafan dan dibesarkan dari keluarga penyair. Sejak kecil penyair ini belajar syair Dari pamannya sendiri yang bernama Basyamah bin Shadir dan Aus bin Hujur. Karena itu penyair ini telah tekenal sejak masa kecil. Selain bakatnya sudah muncul dari muda. Penyair ini disenangi oleh segenap kaumnya karena kepribadiaan dan budi pekertinya yang tinggi. Beliau sangat terkenal dengan kesopanan kata-kata syairnya, imajinasi dan pemikirannya banyak menggunakan kata-kata hikmat dan pemikiran yang matang dan banyak orang yang menjadikan syairnya sebagai contoh hikmat dan pemikiran kebijaksanaan. Sehingga tidak aneh jika pendapatnya selalu diterima oleh kaumnya. Tidak hanya oleh kaumnya pendapatnya bisa di terima bahkan para kabilah-kabilah Arab lainnya dan pemuka-pemukanya seperti Haram bin sinan dan Harist bin Auf. Zuhair meminta kepada dua pemuka kabilah tadi untuk memberikan 3000 unta kepada pemuka kabilah itu sebagai persyaratan perdamaian karena kedua suku kabilah itu sudah lama berperang hampir 40th dan kedua suku itu sangat mengidam-ngidamkan perdamain itu. Penyair itu turut andil dalam perdamain itu dan kedua pemuka kabilah tadi menyanggupinya karena kelihaian zuhair dalam memainkan lantunan Syairnya yang memuji kedua pemuka kabilah tersebut. • MENGENAL KARYANYA SYAIRNYA Tidak ada pertentangan dari pengamat, kritikus puisi bahkan para ahli sastrapun sepakat bahwa dalam hal menempatkan Zuhair sebagai salah seorang dari tiga tokoh terkemuka penyair arab jahili yang mengungguli para penyair selain mereka yakni Umrul Qais dan Nagibah. Untuk lebih mengenal sosok penyair ini mari kita lihat petikan bait syairnya yang banyak mengandung kata hikmat yang dapat dijadikan petuntuk bagi kehidupan. سئمت تكاليف الحياة ومن يعش # ثمانين حولا لاأبالك يسأم واعلم ما في اليوم ولأمس قبله # ولكننى عن علم ما في غد عم رأيت المنايا خبط عشواء من تصب # تمته ومن تهتئ يعمرفيهرم ومن يجعل المعروف من دون عرضه # يفره ومن لايتق الشتم يشتم ومن يوف لا يذمم ومن يهد قلبه # اء لى مطمئن البرلايتجمجم ومن هاب اسباب المنايا ينلنه # واء ن يرق اسباب السماء بسلم ومن يجعل المعروف في غير أهله # يكن حمده ذما عليه ويندم لأن لسان مرء مفتاح قلبه # اء ذا هو أبد ما يقول من الفم لسان الفتى نصف ونصف فؤاده # فلم يبق اءلا صورة اللحم والدم Artinya : “Aku telah jemu dengan beban hidup, dan barang siapa yang berumur sampai delapan puluh tahun, pasti ia akan jemu dengan beban hidupnya, aku dapat mengetahui segala yang terjadi pada hari ini dan kemarin tetapi aku tetap tak tahu akan hari esok, aku melihat maut itu datang tanpa permisi terlebih dahulu barang siapa yang didatangi pasti mati dan barang siapa yang luput dia akan lanjut usia, barang siapa yang selalu menjaga kehormatannya maka di akan terhormat dan siapa yang tidak menghindari cercaan orang di akan tercela, barang siapa yang menempati janji akan tercela barang siapa yang terpimpin hatinya maka ia akan selalu berbuat baik, barang siapa yang takut mati pasti dia akan bertemu juga dengan maut walaupun ia naik ke langit dengan tangga (melarikan diri), barang siapa orang yang menolong tidak berhak ditolong maka dia akan menerima resikonya dan akan menjadikan penyesalan baginya.” Petikan-petikan bait Syair diatas kebanyakan mengandung kata-kata hikmat dan dengan imajinasi juga pemikiran yang mendalam sehingga penyair ini dianggap sebagai orang pertama yang dalam menciptakan kata hikmat dalam syair arab dan kelak akan diikuti oleh penyair lainnya seperti: Salih bin Abdul Kudus, Abu Thahilah, Abu Tamam, Mutanabby dan Abul Ala’ Ma’ary Kalau kita perhatikan lebih dalam puisi diatas, hampir serupa dari Amsal (pribahasa) dan kata hikmah. Merupakan suatu hal yang menarik memadukan prosa dan syair pada masa itu, melihat banyak sekali penyair jahili yang kurang mendalaminya beliau merupakan penyair pertama yang membuka pintu masuknya kata-kata hikmah dan amsal kedalam puisi Arab. Syairnya singkat mudah dipahami namun isinya padat dan mada’hnya bagus menjauhi kebohongan, selalu memuji keadaan sebenarnya, ia bersyair selalu memuji orang dengan benar sebenar benarnya maksudnya kebenaran sifat yang dimiliki orang itu memang sudah teruji, terlebih syair diatas ini bertemakan dan menceritakan kehidupan seseorang harus hidup terhormat, menepati janji, suka menolong itu merupakan karakteristik orang arab yang hidup pada zamannya itu yang telah diihatnya dan dituangkan dalam syairnya oleh beliau. Dari pemilihan kata/diksinya sangat baik sekali. Kata-katanya sopan sedikit sekali yang menggunakan kata-kata buruk. Oleh karena itu puisinya sangat bersih dan sedikit sekali ada cercaan didalamnya. Jauh dari ta’kid /komplikas kata dan maknanya. Dalam syairnya ini terdapat banyak sekali pesan yang ingin disampaikan penyair ini kepada halayak pembaca; pesan yang kental dalam syair diatas adalah pesan moral, religious dan adat istiadat yang syarat dengat nilai kehidupan baik itu yan bersifat duniawi dan uhrawi.segala sesuatu itu ada sebab dan akibatnya, seprti contoh petikan syair diatas yang berati; barang siapa yang menjaga kehormatannya ia akan terhormat dan barang siapa yang tidak menghindari cercaan orang maka dia akan tercela. Syair ini jelas berupa prosa amsal yang berpadu menjadi syair yang menceritakan sebab akibat, syarat akan nilai moral, dan adat istiadat yang dianut. Dimana kehormatan menjadi sebuah hargamati. Terutama bagi kaum adam yang sifatnya aktif tu berperang.

Minggu, 25 Desember 2011

Bani Abbasiyah

A. Mengenal Bani Abbasiyah
Bani Abbasiyah adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad (sekarang ibu kota Irak). Kekhalifahan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia. Kekhalifahan ini berkuasa setelah merebutnya dari Bani Umayyah dan menundukan semua wilayahnya kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah dirujuk kepada keturunan dari paman Nabi Muhammad yang termuda, yaitu Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652), oleh karena itu mereka juga termasuk ke dalam Bani Hasyim. Berkuasa mulai tahun 750 dan memindahkan ibukota dari Damaskus ke Baghdad. Berkembang selama dua abad, tetapi pelan-pelan meredup setelah naiknya bangsa Turki yang sebelumnya merupakan bahagian dari tentara kekhalifahan yang mereka bentuk, dan dikenal dengan nama Mamluk. Selama 150 tahun mengambil kekuasaan memintas Iran, kekhalifahan dipaksa untuk menyerahkan kekuasaan kepada dinasti-dinasti setempat, yang sering disebut amir atau sultan. Menyerahkan Andalusia kepada keturunan Bani Umayyah yang melarikan diri, Maghreb dan Ifriqiya kepada Aghlabid dan Fatimiyah. Kejatuhan totalnya pada tahun 1258 disebabkan serangan bangsa Mongol yang dipimpin Hulagu Khan yang menghancurkan Baghdad dan tak menyisakan sedikitpun dari pengetahuan yang dihimpun di perpustakaan Baghdad. Keturunan dari Bani Abbasiyah termasuk suku al-Abbasi saat ini banyak bertempat tinggal di timur laut Tikrit, Iraq sekarang.
B. Masa Kejayaan Bani Abbasiyah
Khilafah Abbasiyah merupakan kelanjutan dari khilafah sebelumnya dari Bani Umayyah, dimana pendiri dari khilafah ini adalah Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas Rahimahullah. Pola pemerintahan yang diterapkan oleh Daulah Abbasiyah berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s/d. 656 H (1258 M).
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Daulah Abbas menjadi lima periode:
1. Periode Pertama (132 H/750 M - 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Arab dan Persia pertama.
2. Periode Kedua (232 H/847 M - 334 H/945 M), disebut periode pengaruh Turki pertama.
3. Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
4. Periode Keempat (447 H/1055 M - 590 H/l194 M), masa kekuasaan daulah Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) Kesultanan Seljuk Raya (salajiqah al-Kubra/Seljuk agung).
5. Periode Kelima (590 H/1194 M - 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad dan diakhiri oleh invasi dari bangsa Mongol.
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.
C. Masa Kemunduran Bani abbasiyah
Faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran Bani Abbas pada masa ini, sehingga banyak daerah memerdekakan diri, adalah:
1. Luasnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyyah sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.
2. Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi.
3. Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat besar. Pada saat kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.
Dalam kepemimpinan bani abbasiyah banyak melahirkan penyair-penyair yang hebat dan jenius, diantaranya Jallaludin rumi. Kepemimpinanya mencapai puncaknya di bawah ‘Abbasi. Al-Basrah, al-Kuffah, dan Baghdad tampil dengan megah dan memudarkan kota tua Syria, provinsi Timur Persia, dan Asia Tengah. Kemakmuran dan kemewahan menjadi penguasa, menggantikan disiplin asketik gurun. Kehidupan bermandikan jutaan warna dan strutur yang sangat kompleks, begitu kontras dengan kesahajaan zaman sebelumnya. Syair segera terpengaruh. Sebagai cermin kesadaran, syair mengandung ideal-ideal zamannya. Periode ‘Abbasi dikarunia dengan banyak penyair besar. Tujuh penyair terkemuka mengisi bagian awal periode itu (sampai kekhalifahan Al-Mutawakil pada 22/338) dengan syair mereka, dan menetapkan gaya baru kehidupan, perlindungan, dan komposisi puitis. Basysyar bin Burd (w. 167/784) adalah anak haram seorang budak, yang dimerdekakan oleh tuannya karena kefasihannya. Dia menciptakan syair pada usia 10 tahun, dan meninggalkan warisan 12.000 syair. Al-Sayyod Al-Himyari (w. 172/789) condong kepada kelompok ‘Ali dan menciptakan 2.300 syair. Dia menolak sumbangan, termasuk dari khalifah. Al-Hasan bin Hanik abu Nuwas (w. 198/811) adalah orang pertama yang membebaskan syair dari aturan dan standar pra-Islam dan Sadr al-Islam, baik isi, artikulasi maupun gayanya. Warisannya yang mencapai lebih dari 13.000 syair masuk dalam setiap kategori syair yang dikenal. Muslim bin al-Walid (w. 209/825) menciptakan syair ketika bekerja sebagai kepala kantor pos Jurjan dan berbakat dalam ghazal .
Perubahan pertama terjadi pada isi syair. Penyair kota zaman baru ini tidak puas dengan reportasi gagasan dari zaman sebelumnya yang dipakai dalam upaya mengislamisasi dan mengarabisasi masyarakat. Di bawah Umayyah, anggur, wanita, dan politik materi absah syair, di bawah ‘Abbasi materi ini menjadi populer dan lazim. Imajinasi juga diperkaya dengan perumpamaan dan kiasan baru, dan penalaran diskursif dengan gagasan dan pengetauan baru, semuanya dapat dimanfaatkan penyair. Selain materi ini, ilmu perkebunan dan tamannya, ilmu perikanan dan air mancur serta arusnya, arsitektur dan istana serta masjidnya membentang di hadapan imajinasi puitis terkaya. Hal ini memberikan pengaruh buruk pada moralitas penyair. Sudah diketahui bagaimana, di bawah Umayyah, penyair belajar menjual bakat kepada pangeran pelindungnya. Di bawah ‘Abbasi, kecenderungan ini bertambah dan syair merosot menjadi pembolehan pada tingkat moral maupun doktrin. Abu Nuwas (w. 198/811) adalah raja penyair-penyair yang tidak bermoral; Ibn al-Muqaffa (w. 108/727) raja penyair-penyair bid’ah.
Penyair yang sukses cepat menjadi kaya raya. Banyak diantaranya yang menjadi orang paling kaya di daerahnya, begitu besar sumbangan dan hadiah yang diberikan kepada penyair ini oleh pelindungnya. Penyair seperti ini juga mempunyai kekuasaan yang besar. Syair Syadif menyebabkan pemimpin ‘Abbasi memusnahkan istana Umayyah. Syair Malik bin Thawq dan Rabi’ah menyebabkan pembatalan hukuman mati atas mereka. Ahli menulis yang menulis untuk khalifah tidak pernah memiliki kekuasaan seperti itu. Syair ada dan diucapkan setiap orang, di setiap tempat, pada setiap kesempatan, baik sebagai komposisi langsung penyair, atau sebagai syair yang dihafal dan dibaca orang lain. Zaman pra Islam mempunyai ‘ukazh dimana penyair berkompetisi setiap tahun. Kerajaan ‘Abbasi mempunyai Al-Marbad di Basrah. Di sini diadakan kompetisi. Di bawah ‘Abbasi, orang Arab begitu mencintai sampai titik yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mereka begitu mengenal syair, sehingga mereka mengenal penyair beserta satu baitnya. Mereka mengenal bait syair hanya dengan menyebut nama penyairnya pada kesempatan yang pas dengan bait tersebut. Syair menghias dinding rumah di dalam maupun di luar, di pintu dan kaca jendela, tirai dan alas duduk, instrumen musik, pakaian dalam dan luar, bahkan sandal dan sepatu. Dengan daun pacar, syair secara permanen tertulis di wajah dan tangan.
Ismail abu al-Attahiyyah (w. 211/827) adalah penjual pot bunga keliling, yang membawa dagangan di punggungnya. Ketika melewati sekelompok anak muda yang membaca syair, dia menantang mereka untuk mengubah bagian lain dari dua atau tiga bait yang dibacanya. Dia mempertaruhkan sebesar nilai dagangannya bila mereka tidak mampu menandinginya. Dia memenangkan taruhan dan menjadi terkenal. Dia menciptakan matra baru, yang cenderung ke kehidupan zuhud, dan tidak mau mengubah ghazal sekalipun khalifah al-Mahdi memerintahkannya. Habib abu Tammam (w. 232/847) mengawali karirnya sebagai penyedia air di masjid di Fusthath (Kairo lama). Ia segera berkelana ke Baghdad dan memperoleh kemasyhuran. Tidak bergeming oleh lebatnya hujan salju di rumah tuan angkatnya, Ibn Salamah, di Khurasan, menulis berdasarkan ingatannya sebuah ikhtisar besar syair pra Islam yang di kenal sebagai Diwan al-Hamasah dan empat jilid syair ciptannya sendiri. Akhirnya, Da’bal al-Khuza’i (w 246/861) adalah penyair paling ditakuti oleh pangeran dan orang awam, karena satirenya. Syairnya dengan segera tersebar, dan reputasi dari sasaran satire syairnya hancur. Dia juga menolak hadiah dan hidup dari pemberian keluarga. Dia mencurahkan limpahan pujian kepada keluarga Nabi.
Penyair paling terkenal periode ini adalah Jalaludin Rumi (w. 283/898). Ia orang pertama yang lebih memprioritaskan makna dan isi daripada artikulasi dan bentuk. Disini pemakalah akan mencoba menjelaskan biografi Jalaludin Rumi beserta karyanya.
D. Biogarfi Jalaludin Rumi
Jalaludin Rumi atau sering pula disebut dengan nama Rumi adalah seorang penyair sufi yang lahir di Balkh (sekarang Afganistan) pada tanggal 6 Rabiul Awwal tahun 604 Hijriah, atau tanggal 30 September 1207 Masehi. Ayahnya masih keturunan Abu Bakar, bernama Bahauddin Walad. Sedang ibunya berasal dari keluarga kerajaan Khwarazm. Ayah Rumi seorang cendekia yang saleh, mistikus yang berpandangan ke depan, seorang guru yang terkenal di Balkh. Saat Rumi berusia 3 tahun karena adanya bentrok di kerajaan maka keluarganya meninggalkan Balkh menuju Khorasan. Dari sana Rumi dibawa pindah ke Nishapur, tempat kelahiran penyair dan alhi matematika Omar Khayyam. Di kota ini Rumi bertemu dengan Attar yang meramalkan si bocah pengungsi ini kelak akan masyhur yang akan menyalakan api gairah Ketuhanan.
Rumi memang bukan sekadar penyair, tetapi juga seorang tokoh sufi yang berpengaruh di zamannya. Rumi adalah guru nomor satu Thariqat Maulawiah, sebuah thariqat yang berpusat di Turki dan berkembang di daerah sekitarnya. Thariqat Maulawiah pernah berpengaruh besar dalam lingkungan Istana Turki Utsmani dan kalangan seniman sekitar tahun l648. Sebagai tokoh sufi, Rumi sangat menentang pendewaan akal dan indera dalam menentukan kebenaran. Di zamannya, ummat Islam memang sedang dilanda penyakit itu. Bagi mereka kebenaran baru dianggap benar bila mampu digapai oleh indera dan akal. Segala sesuatu yang tidak dapat diraba oleh indera dan akal, dengan cepat mereka ingkari dan tidak diakui. Padahal menurut Rumi, justru pemikiran semacam itulah yang dapat melemahkan Iman kepada sesuatu yang ghaib. Dan karena pengaruh pemikiran seperti itu pula, kepercayaan kepada segala hakekat yang tidak kasat
mata, yang diajarkan berbagai syariat dan beragam agama samawi, bisa menjadi goyah. Rumi mengatakan, “Orientasi kepada indera dalam menetapkan segala hakekat keagamaan adalah gagasan yang dipelopori kelompok Mu’tazilah. Mereka merupakan para budak yang tunduk patuh kepada panca indera. Mereka menyangka dirinya termasuk Ahlussunnah. Padahal, sesungguhnya Ahlussunnah sama sekali tidak terikat kepada indera-indera, dan tidak mau pula
memanjakannya.”
Bagi Rumi, tidak layak meniadakan sesuatu hanya karena tidak pernah melihatnya dengan mata kepala atau belum pernah meraba dengan indera. Sesungguhnya, batin akan selalu tersembunyi di balik yang lahir, seperti faedah penyembuhan yang terkandung dalam obat. “Padahal, yang lahir itu senantiasa menunjukkan adanya sesuatu yang tersimpan, yang tersembunyi di balik dirinya. Bukankah Anda mengenal obat yang bermanfaat? Bukankah kegunaannya tersembunyi di dalamnya?” tegas Rumi.

E. Karya jalaludin Rumi
Kumpulan puisi Rumi yang terkenal bernama al-Matsnawi al-Maknawi konon adalah sebuah revolusi terhadap Ilmu Kalam yang kehilangan semangat dan kekuatannya. Isinya juga mengeritik langkah dan arahan filsafat yang cenderung melampaui batas, mengebiri perasaan dan mengkultuskan rasio. Diakui, bahwa puisi Rumi memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan para sufi penyair lainnya. Melalui puisi-puisinya Rumi menyampaikan bahwa pemahaman atas dunia hanya mungkin didapat lewat cinta, bukan semata-mata lewat kerja fisik. Dalam puisinya Rumi juga menyampaikan bahwa Tuhan, sebagai satu-satunya tujuan, tidak ada yang menyamai.
Ciri khas lain yang membedakan puisi Rumi dengan karya sufi penyair lain adalah seringnya ia memulai puisinya dengan menggunakan kisah-kisah. Tapi hal ini bukan dimaksud ia ingin menulis puisi naratif. Kisah-kisah ini digunakan sebagai alat pernyataan pikiran dan ide. Banyak dijumpai berbagai kisah dalam satu puisi Rumi yang tampaknya berlainan namun nyatanya memiliki kesejajaran makna simbolik. Beberapa tokoh sejarah yang ia tampilkan bukan dalam maksud kesejarahan, namun ia menampilkannya sebagai imaji-imaji simbolik. Tokoh-tokoh semisal Yusuf, Musa, Yakub, Isa dan lain-lain ia tampilkan sebagai lambang dari keindahan jiwa yang mencapai ma'rifat. Dan memang tokoh-tokoh tersebut terkenal sebagai pribadi yang diliputi oleh cinta Ilahi.
Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah :
jangan tanya apa agamaku. aku bukan yahudi. bukan zoroaster. bukan pula islam. karena aku tahu, begitu suatu nama kusebut, kau akan memberikan arti yang lain daripada makna yang hidup di hatiku.

Daftar Pustaka
Faruqi, Isma’il R. Dan Lois Lamya Al-Faruqi. 2001. Atlas Budaya Islam. Cetakan III. Bandung: Mizan.
http://ms.wikipedia.org/wiki/Jalal_al-Din_Muhammad_Rumi
http://penyair.wordpress.com

Jurnalistik Mengenai Bondan Winarno

A.Mengenal Sosok Bondan Winarno
Lahir di Surabaya, 29 April 1950. Di masa muda ia aktif dalam gerakan kepanduan yang kemudian menjadi Gerakan Pramuka. Ia bahkan pernah memimpin regu Pramuka Indonesia ke Jambore Pandu Sedunia ke-12 di Idaho, Amerika Serikat, pada tahun 1967. Pada waktu itu, ia terpilih menjadi salah seorang honor guard bagi Lady Olave Baden Powell (istri Bapak Pandu Sedunia Lord Baden Powell).
Semula ia bercita-cita menjadi penerbang, namun gagal. Cita-citanya untuk menjadi arsitek pun kandas karena keterbatasan biaya. Ia kemudian meniti karir sebagai jurukamera di Departemen Keamanan. Karir sebagai wartawan ditempuhnya di berbagai kapasitas dan media terakhir sebagai pemimpin redaksi Harian Umum Suara Pembaruan. Sebagai kolumnis, tulisan-tulisannya banyak diterbitkan oleh Kompas, Tempo, The Asian Wall Street Journal, dan media utama lainnya. Ia banyak menulis tentang bisnis/manajemen, dan masalah sosial.
Bondan juga dikenal sebagai penulis cerita pendek dan novel. Ia telah menerbitkan dua antologi cerpen: Cafe Opera dan Pada Sebuah Beranda, serta empat novel. Dua di antara novelnya yakni Tinggal Landas dan Haneda, telah diangkat menjadi film layar lebar. Bukunya yang berjudul Bre-X: Sebungkah Emas di Kaki Pelangi, dianggap oleh berbagai lembaga sebagai karya jurnalistik investigatif terbaik.
Bondan pernah bekerja di Amerika Serikat sebagai pengusaha hasil laut, serta pernah pula menjadi konsultan Bank Dunia di Jakarta pada saat krisis moneter menerpa Indonesia. Ia memilih jalur pensiun muda, dan kemudian berkarya secara freelance di bidang informasi kuliner. Ia juga memiliki beberapa rumah makan yang dikelolanya bersama teman-temannya.

B. Opini Investigasi Bre-X: Sebungkah Emas di Kaki Pelangi karya Bondan Winarno
Seorang wartawan (jurnalis) tidak hanya cukup bekerja keras. Ia juga harus bekerja cerdas. Itulah misi Bondan Winarno saat menjadi seoarang wartawan dalam karirnya. Seoarang wartawan dituntut untuk melakukan investigasi lebih mendalam terhadap hal yang kontrovesi. Wartawan juga harus mengaplikasikan kode etik sebagai seorang wartawan. Kemerdekaan pers merupakan sarana terpenuhinya hak asasi manusia untuk berkomunikasi dan dapat memperoleh informasi. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers, wartawan Indonesia menyadari adanya tanggung jawab sosial serta keberagaman masyarakat. Guna menjamin tegaknya kebebasan pers serta terpenuhinya hak-hak masyarakat diperlukan suatu landasan moral/etika profesi yang bisa menjadi pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan professionalitas wartawan.
Isi buku Bre-X: Sebungkah Emas di Kaki Pelangi ini menceritakan tentang kandungan emas di Busang (Busang adalah nama satu kelompok etnis yang bemukim di hulu sungai Mahakam, kecamatan Longbagun dan Longpahangai, di Kalimantan Timur.), Saat itu Michael de Guzman adalah Manajer Eksplorasi PT Bre-X Corp. yang pada saat itu adalah masa kejayaanya. Tapi entah mengapa de Guzman bunuh diri dari halikopter? Itulah yang pertanyaan Bondan Winarno untuk melakukan investigasinya.
Kehandalan Bondan sebagai jurnalis investigatif tampak saat menggali informasi eksklusif di Manila seputar kematian de Guzman. Memang harus diakui, daya pikat utama adalah upaya Bondan menguak misteri kematian de Guzman. Bondan curiga dengan kematian de Guzman setelah meneliti betul profil pria kelahiran berdasarkan informasi yang diterimanya dari sejumlah sumber. Ia menolak teori bahwa de Guzman mati dibunuh. Ditemukannya sejumlah surat tinggalan de Guzman merupakan bukti yang sangat melemahkan skenario pembunuhan, dan mengarah pada kematian akibat bunuh diri.
“Bagaimana mungkin seorang yang dibunuh bisa menulis surat-surat berisi pesan-pesan yang begitu rinci,”. De Guzman memang meninggalkan surat mencurigakan untuk Bernhard Laode, financial controller Bre-X, dan John Felderhof, yang mengesankan bahwa kematiannya direncanakan alias bunuh diri. Melalui Laode, ia titip pesan kepada sang istri Teresa agar jenasahnya dikremasi di Manila Kepada Felderhof, de Guzman malah meninggalkan pesan ‘bunuh diri’ yang sangat terang, karena tak tahan dengan penyakit hepatitis B yang dideritanya. “Sorry I have to leave. I cannot think of myself a carrier of hepatitis “B”. I cannot jeopardise your lifes,” tulis de Guzman.
Pengakuan de Guzman mengalami hepatitis B dibenarkan dua istrinya, Susani Mawengkang dan Lilis. Namun, tidak berhasil ditemukan catatan medis yang menunjukkan adanya hepatitis B maupun penyakit liver akut sebagaimana yang pernah dikeluhkan de Guzman. Hasil uji jantung de Guzman juga menunjukkan kondisinya sehat-sehat saja.
Maka, Bondan pun mencoret skenario bunuh diri dari kemungkinan penyebab kematian de Guzman. Ia menyodorkan hipotesis lain: kematian de Guzman adalah palsu. Di mata Bondan, pria Filipina berusia 41 tahun itu tidak memiliki profil seseorang yang berkeinginan melakukan bunuh diri. Ia justru menyebut de Guzman sebagai penikmat kehidupan. Ia menikahi sejumlah perempuan, di antaranya warga Indonesia dan dikenal royal dalam urusan harta.
Menurut Bondan, de Guzman tengah berada di puncak dunia. Adik Michael de Guzman, Jojo de Guzman, juga menyangsikan sang abang bunuh diri. “Dia tak punya alasan untuk bunuh diri. Dia punya keluarga yang menyenangkan dengan enam orang anak yang manis,” katanya. Rudy Vega, salah satu sobat de Guzman yang mengikuti pesta minum-minum semalam sebelum kematian sang Filipino, juga mengatakan serupa. Pesta itu lebih meriah daripada pesta ulang tahun de Guzman sebelum-sebelumnya. “He behaved like he was on top of the world,” katanya.
Kecurigaan Bondan menguat, setelah menemukan fakta bahwa jenasah yang diklaim sebagai jenasah de Guzman tidak memiliki gigi palsu sebagaimana dimiliki de Guzman semasa hidup. Dalam pelacakannya, Bondan mendatangi kantor National Bureau of Investigation (NBI) di Manila. Direktur NBI Santiago Ybanes Toledo menyatakan, pihaknya tengah menanti catatan gigi de Guzman dari pihak keluarga. Mengapa pihak keluarga tak juga menyerahkan dental records de Guzman? Bondan semakin curiga.
Di bagian otopsi, seorang sumber membenarkan kecurigaan Bondan mengenai kematian de Guzman. Menurut sumber itu, seorang yang jatuh dari ketinggian 800 kaki tak mungkin ditemukan dalam posisi tertelungkup dan dengan tanda-tanda trauma seperti yang ditemukan pada mayat de Guzman. Tanda-tanda trauma pada jenasah de Guzman lebih mirip tanda trauma pada orang yang jatuh dari pohon kelapa.
Di pekuburan La Funeria Paz, tempat de Guzman dimakamkan, Bondan menemukan petunjuk yang lain. Tak ada bunga di atas makam. Tak ada pula sisa-sisa lilin, yang bahkan masih terlihat di makam-makam lainnya di sekitar makam de Guzman. Petugas makam mengatakan, selama hampir tiga pekan setelah dimakamkan, tidak ada satu pun anggota keluarga de Guzman yang berziarah.
Ini suatu hal yang aneh. Seperti di Indonesia, di Filipina ada tradisi anggota keluarga terdekat mengunjungi makam kerabat yang meninggal sesering mungkin pada minggu-minggu pertama setelah dimakamkan. Tidak adanya bunga dan bekas lilin di atas makam de Guzman menunjukkan bahwa keluarga sang geolog tak pernah menjenguk.
Bondan memiliki sumber-sumber yang cukup kuat dalam menyelidiki kematian de Guzman. Dari salah satu sumber, ia berhasil menemukan alamat dan nomor telpon de Guzman Enterprise di Manila. Bondan beruntung mendapat keterangan sumber ini, mengingat buku telpon tak bisa diandalkan.
Orang seperti Bondan Winarno ini sangat cerdas, ia melakukan investigasi tanpa kenal lelah, berbagai cara ia lakukan demi mendapatkan informasi. Sampai beliau melakukan investigasi ke sungai Mahkama Kalimantan Timur , Manila (Filipina), Calgary (Kanada), dan yang terakhir di Toronto (Amerika Serikat), untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang isu kematian de Guzman. Di sungai Mahkama berhasil mendapatkan informasi tentang tambang emas di Kalimantan, kemudian ia terbang ke Manila, di situ Bondan Winarno mendapatkan informasi baru tentang sosok de Guzman. Sehingga ia tambah yakin apakah de Guzman telah membuat sandiwara dengan kematiannya.? Lalu ke Calgary dimana tempat kantor pusat Bre-X yang berada dikanada. Dan Toronto tempat Bre-X menaruh bursa efek sahamnya. Mendapatkan informasi dari beberapa kota tersebut Bondan Winarno berhasil menggalih informasi tentang Manajer Eksplorasi PT Bre-X Corp Michael de Guzman.
Akhir dari semua itu akhirnya Bondan Winarno mengakhiri investigasinya dan berhasil menerbitkan buku tentang Bre-X, disaat itu pula Bondan Winarno yang pertama kali membuat kesimpulan kuat bahwa de Guzaman memalsukan kematiannya. Dugaan beliau, de Guzaman “bermain” dengan sebuah perusahaan pialang saham yang melakukan short selling untuk memperoleh keuntungan besar.
Pemakalah mencoba menarik isi pemikiran Bondan Winarno:
1. Cara yang dilakukan Bondan winarno sangat professional ketika melakukan investigasi, tapi tetap menjungjung tinggi kode etik.
2. Daya tingkat penasaran untuk melakukan investigasi yang tinggi.
3. Melakukan investigasi tidak hanya merekam suatu hal yang di investigasi saja, melainkan menerjemahkan hal-hal yang sudah dipikirkannya terlebih dahulu.
4. Melakukan investigasi secara penuh dan tuntas.
5. Bekeja cepat dan tepat untuk menggalih informasi.

Sejak saat dari investigasi itu Bondan Winarno vakum dari dunia investigasi. Dan pada tahun 2001 beliau kembali menggeluti profesi sebagai wartawan, kali ini ia tidak bermain di lapangan, melainkan dikantor. Kebetulan Ia juga dipecaya sebagai ketua sebuah media cetak yang terbit disore hari. Tidak muda memang menjadi seoarang ketua untuk berfikir bagaimana caranya mampuh bersaing dengan media lainnya. Kareana beliau beranggapan bahwa media sore itu kalah cepat dengan media lainnya, ini bukan berarti media cetak tidak hilang akan ketajamannya. Melainkan bagaimana isi yang disampaikan oleh media-media lainnya itu mepunyai berita yang dikupas secara detail. Karena semua media berlomba menyajikan berita paling mutakhir.
Apa yang dilakukan beliau patut jadikan contoh oleh seorang wartawan, karena dengan demikian kita mendapatkan apa yang belum didapatkan oleh wartawan lain. Bondan Winarno senantiasa memberikan suatu berita yang di investigasi secara tuntas, dengan kata lain tidak memberikan berita yang omong kosong.
Menjadi wartawan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, seorang wartawan harus menanggung resiko yang tidak sedikit. Anda tahu tentang kisah wartawan Film The Killing Fields? Disitu menggambarkan cerita seorang wartawan
(jurnalis) Amerika, Sydney Schanberg dan jurnalis asal Kamboja, Dith Pran yang meliput situasi di Kamboja dari awal masuknya Khmer Merah. Sampai akhirnya ia dipulangkan kembali ke negaranya, sedangkan Pran, sama seperti rakyat Kamboja lainnya, ia dipaksa untuk meninggalkan Pnom Penh dan tinggal di desa sebagai petani yang harus bekerja selama enam belas jam setiap harinya.
Selama berada dalam pengawasan Khmer Merah, Pran menyamar sebagai seorang petani bodoh yang tidak pernah mengenyam pendidikan. Hal itu dilakukan karena Khmer sangat memusuhi orang-orang berpendidikan dan tentaranya akan membunuh orang-orang yang dulunya berprofesi sebagai dokter, guru, dsb.
Dalam sebuah kesempatan ia berhasil melarikan diri. Ia berjalan sejauh 40 mil untuk mencapai perbatasan Thailand. Perjuangan yang sangat dramatis karena ia harus menghindar dari patroli tentara khmer merah dan orang-orang vietnam. Akhirnya ia berhasil mencapai perbatasan Thailand dan menghubungi sahabatnya Sydney Schanberg. Mereka akhirnya bertemu kembali dalam suasana yang sangat mengharukan. Dith berhasil masuk Amerika dan menjadi warganegara adi daya itu. Ia merintis karir sebagai wartawan foto.
Perjuangan, kegigihan (tidak mudah menyerah) serta kekuatan untuk meliput suatu yang harus diberitakan itu harus ada jika menjadi seorang wartawan. Itu kenapa sebabnya Bondan Winarno sampai berani menggalih informasi keberbagai Negara. Jika kita puas dengan berita yang sudah ada maka itu belumlah cukup untuk dijadikan berita.
Bre-X: Sebungkah Emas di Kaki Pelangi, mungkin asing bagi kita mendengar buku itu, karena jarang membaca, tapi sudah lumrah bagi para watawan, karena karya ini menggambarkan bagaiman kekayaan alam di Negara kita yang dikuasai oleh orang luar, yang konon sang pengusanya itu endingnya memalsukan kematiannya. Disitu wartawan pasti ingin menelusurinya karena dianggap tidak wajar.
Kebiasaan dan atau budaya membaca merupakan modal utama bagi seseorang yang tidak bisa ditawar lagi, jika ia ingin dikategorikan sebagai wartawan yang berkualitas. Bisa dibayangkan bagaimana proses masukan (input) dan keluaran (output) dikaitkan dengan adanya kebiasaan atau kegemaran seseorang, apalagi dikaitkan dengan kualitas dan kuantitas pengetahuan seseorang. Dan kita bisa menakar seberapa penguasaan pengetahuan seorang wartawan yang kurang gemar membaca dibandingkan dengan mereka yang gemar membaca.
Daya bertanya, pertanyaan berdaya, kemampuan untuk melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak untuk bertanya, permintaan keterangan yang mempunyai kekuatan, berkemampuan, bertenaga. Itulah maksud hal yang disampaikan Bondan Winarno untuk seorang wartawan. Penekunan profesi sebagai wartawan secara sungguh-sungguh dengan latar belakang motivasi, minat, kebiasaan membaca, pemikiran kritis rasional ditunjang dengan penguasaan bahasa Inggris akan menempa seseorang bukan saja menjadi wartawan yang berkualitas tetapi tanpa disadari memberikan kemampuan lain selain kemampuan menulis.
Menjadi wartawan disadari sebagai panggilan tugas dan profesi yang dipilih dan ditekuninya. Kesadaran dan minat seseorang yang bulat untuk menjadi wartawan sebagai pilihan profesinya membuat wartawan itu akan terus menempa dan meningkatkan kualitas dirinya menjadi lebih baik dan lebih baik lagi.
Kendati menjadi wartawan merupakan hak asasi seluruh warga negara, namun bukan berarti setiap warga negara bisa melakukan pekerjaan kewartawanan. Ada ketentuan dan “alat ukur” yang perlu dijadikan sebagai pedoman dalam dalam melaksanakan profesi kewartawanan itu.
Pekerjaan wartawan berhubungan langsung dengan kepentingan masyarakat atau publik. Bahkan, dinyatakan bahwa “wartawan adalah bidan sejarah”. Nah, sebagai bidan, artinya ikut secara aktif mengembangkan dan membesarkan dan mendewasakan sejarah. Sebagai profesi yang terhormat, maka wartawan wajib mengawal kebenaran dan keadilan, melakukan perlindungan terhadap hak-hak pribadi masyarakat, serta menjadi musuh penjahat kemanusiaan seperti koruptor dan politik.
Seorang tidak harus terlahir untuk menjadi wartawan investigasi, dengan pelatihan yang baik seorang bias dibina menjadi wartwan investigasi. Karena wartwan investigasi dimulai dengan inquisitive mind (ingin tahu pikiran, suatu informasi), mak seorang wartawan dilatih untuk tidak henti-hentinya memproses pertanyaan yang ada di dalam benaknya. Singkatnya, daya bertanya harus dikembangkan dalam diri seorang wartawan. Tetapi, kemampuan untuk bertanya saja tidaklah cukup kalau pertanyaan-pertanyaan yang diajukan lembek.
Ada pemeo (sebuah ungkapan/semboyan) yang mengatakan silly question begest siily answer. Wartawan investigasi harus mampu mengangkat pertanyaan-pertanyaan berdaya (power question) untuk menjaring informasi eksklusif. Jurnalistik investigasi bukanlah sekedar fashion. Ia adalah nyawa media masa kini. Media yang tidak mempunyai kemampuan investigasi, maka bersiap-siaplah untuk tersingkir dari cakrawala media Indonesia.
Menghasilkan suatu yang tak ternilai harganya adalah suatu kebanggaan tersendiri. Perjalanan yang tak pernah berhenti demi merai apa yang di inginkan. Itulah Bondan Winarno. Seorang wartawan (jurnalistik) kawakan yang sampai saat ini Bondan Winarno masih memegang sifat-sifat yang diajarkan dalam kepanduan. “On my honour, akan melakukan yang terbaik, saya tidak akan membedakan orang dari pekerjaannya Walaupun dia seorang tukang sapu atau seorang penjaga toilet.

DAFTAR PUSTAKA

http://bambang-gene.blogspot.com/2011/04/biografiprofil-bondan-winarno.html.
http://kambing.ui.ac.id/onnopurbo/library/library-non-ict/written-law/UUD1945-Amandemen.
http://nasional.kompas.com/read/2008/03/30/22594214/Dith.Pran.dan.Kisah.The.Killing.Fields.
https://www.facebook.com/notes/sji-lampung-angkatan-i/wartawan-berkualitas-dan-profesi-lain.
https://www.facebook.com/notes/sji-lampung-angkatan-i/standar-kompetensi-wartawan-alat-ukur-profesionalitas-pers.
http://manifesto-padi.blogspot.com/2007/12/satu-dekade-bre-x-sebungkah-emas-di.html.
http://dawala.wordpress.com/2009/03/12/bondan-winarno-bre-x-sebungkah-emas-di-kaki-pelangi/

Sastrawan Timur Tengah Ibrahim Najih

Pendahuluan
Sastra adalah suatu hasil cipta karya manusia yang dituangkan dalam tulisan sehingga bisa mempengaruhi para pembaca melalui karya sastra sebagai fakta manusia. Dalam khazanah kesusastraan arab Ibrahim Naji adalah sala satu dari sekian banyak tokoh sastrawan yang terkenal di dunia sastra, anggota apollo tersebut berhasil menciptakan karya karya puisi. Bersama tokoh sastrawan lainnya seperti Ahmad Zaki Abu Shadi, Ahmad Sauki, Khalil Mutran dkk terutama angkatan apollo dia pernah menjadi wakil kepala di madrasah apollo.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang tokoh Ibrahim Naji ini pemakalah akan menguraikan beberapa perjalanannya dalam mengenalkan sastra arab terhadap sastra internasional terutama sastra Inggris dan berhasil mengisi kekosongan saat madrasah diwan bubar yang diprakarsai oleh Aqqad, Maziny, Ahmad Sauqi Dkk.






















1. Tentang Madrasah Apollo
Madrasah Apollo memerankan posisi penting dalam pembaharuan kesusasteraan Arab, terutama dimesir sebagai kota kelahirannya. Dipilihnya nama Apollo karena ia adalah dewa puisi bangsa Yunani. Diharapkan agar madrasah ini menjadi sumber inspirasi bagi para sastrawan. Sebenarnya, Apollo adalah nama untuk majalah dan jama’ah sastrawan sekaligus. Ketua pertamanya adalah Ahmad Syauqi, Khalil Mutran dan Ahmad Muharram (wakil ketua), Ahmad Zaky Abu Syadi (sekretaris) dan anggotanya terdiri dari Ibrahim Naji, Kamil Kaylani, Sayyid Ibrahim, dan lain lain. Begitu Ahmad Syauqi wafat 14 Oktober 1932, Apollo dipimpin oleh Mutran.
Kelompok ini muncul pada bulan September atau Oktober 1932 M atas prakarsa Ahmad Zaky Abu Shady dan diketuai Ahmad Syauqy yang kemudian sepeninggalnya digantikan oleh Khalil Mutran. Kemunculannya dilatari oleh beberapa faktor. Faktor politik misalnya, saat itu kondisi politik sangat cheos/amburadul sehingga membawa kecarut marutan dunia sastra. Para penyair tercerai-berai dalam berbagai kelompok politik sehingga kelompok Diwan pun bubar : Abd al Rahman Syukry meninggalkan dunia sastra, al Maziny beralih ke prosa dan journalistik, dan Aqqad menoleh pada banyak seni dan terjebak dalam dunia politik. Oleh karena itu beberapa sastrawan mencoba mengisi kekosongan ini dengan menarik Khalil Mutran sebagai simbol gerakan sastra dan menjadikan Ahmad Syauqy, tokoh berpengaruh dalam dunia sastra sebagai pemimpin dengan harapan banyak sastrawan yang akan bergabung dan ikut berkecimpung di dalamnya.
Madrasah Apollo, dalam banyak literatur, disebutkan sebagai jama’ah yang gerakannya tidak berkonsentrasi dalam bidang sastra. Apollo hanyalah gerakan yang memiliki obsesi untuk menyatukan dan memberikan wadah bagi para penyair untuk mengembangkan bakat seninya. Sehingga, bila modernisasi aliran Diwan banyak menghasilkan karya baik puisi maupun prosa, maka modernisasi kelompok Apollo lebih banyak menghasilkan konsep tentang karya sastra.
Terlepas dari adanya perdebatan, apakah kelompok ini merupakan aliran sastra seperti yang diyakini oleh Abd al ‘Aziz al Dasuqy atau tidak sebagaimana yang dikatakan oleh Syauqy Daif, yang pasti kelompok ini memiliki beberapa tujuan dari pembentukannya. Tujuan tersebut adalah: mengangkat martabat, derajat puisi arab dan memberi arahan pada para penyair; mengangkat nasib para penyair, baik dalam dunia sastra, sosial atau material dan membela kepentingan dan kehormatan mereka; juga mendukung kebangkitan seni dalam dunia puisi arab.
Beberapa ciri khas puisi hasil kreasi kelompok ini adalah : satu, puisi sentimentil atau curahan hati dengan kadar yang berlainan antar penyair sesuai dengan faktor milieu, kebudayaan, dan pembentukan kejiwaan masing-masing; dua, cinta alam sebagaimana kecintaan para penyair Mahjar dan Romantik dengan menjadikannya alat pengkonkritan kondisi kejiwaan dan sikap mereka pada kehidupan dan manusia; tiga, puisi mursal dengan mengabaikan rima; empat, beberapa penyair menyatakan emosi cinta dalam kerangka pengalaman subyektifnya; dan lima, beberapa penyair mengekspresikan kegagalannya menarik dan mendapatkan wanita lalu melukiskannya sebagai orang yang gegabah, kurang pertimbangan, dan suka berkhianat.
Penyair-penyair ternama kelompok ini antara lain : Ali Mahmud Taha, Ibrahim Najy, Abd al Latif al Najjar. Al Hamsyawy, Mahmud Hasan Ismail, Salihu George, Muhammad Abd al Gany Hasan, dan Mukhtar al Wakil.
Oleh karenanya, menurut al-Shabi, Apollo tidak menjadi aliran yang jelas, akan tetapi hanya merupakan revolusi yang dahsyat untuk mewujudkan kebebasan dan kesempurnaan puisi. Artinya, kelompok ini berhasil menjadikan prinsip-prinsip kelompok menjadi akar gerakan dalam mewujudkan tujuan.
2. Ibrahim Naji dan karyanya (1898-1953)
Tokoh sastrawan romantis dan pelopor berdirinya madrasah apollo ini, lahir pada tanggal 31 Desember 1898, ayahnya adalah seorang budayawan yang memiliki pengaruh besar dalam pertumbuhan bakat dan pengembangan wawasan kebudayaan. Beliau lulus dari sekolah kedokteran pada tahun 1923 , kemudian bekerja pada departemen transformasi, departemen kesehatan, dan pengawas umum divisi kesehatan di departemen perwakafan.
Appollo sendiri Apollo merupakan sebuah nama yang digunakan untuk menyebut majalah dan jama’ah sastrawan sekaligus. Jama’ah ini berdiri pada tahun 1922 di musim gugur. Muncul ditandai dengan terbitnya majalah Apollo edisi pertama pada bulan September tahun itu. Pada bulan yang sama pula yakni bulan September telah terbit edisi kedua yang memuat personalia jama’ah, yakni Ahmad Syauki sebagai ketuanya, Khalil Murtan dan Ahmad Muharam sebagai wakil ketuanya, Ahmad Zaki Abu Shadi sebagai sekertarisnya dan anggotanya terdiri dari Ibrahim Naji, Kamil Kaylani, Syaid Ibrahim, Ali Mahmud Taha, Hasan Al-Qayati, dan Hasan Kamil Al-Syarafi. Begitu Syauki wafat pada 14 oktober 1932, Apollo dipimpin oleh Khalil Martan dan berjalan 3 tahun berikutnya. Madrasah Apollo memerankan posisi penting dalam pembaharuan kesusasteraan Arab, terutama di Mesir sebagai kota kelahirannya. Dipilihnya nama Apollo karena ia adalah dewa puisi bangsa Yunani.(2) Kemunculannya dilatarbelakangi oleh beberapa faktor. Faktor politik misalnya, saat itu kondisi politik sangat cheos sehingga membawa kekacauan yang berimbas terhadap dunia sastra Arab. Para penyair tercerai-berai dalam berbagai kelompok politik sehingga kelompok Diwanpun bubar : Abd Al-Rahman Syukry meninggalkan dunia sastra, al Maziny beralih ke prosa dan jurnalistik, dan Aqqad menoleh pada banyak seni dan terjebak dalam dunia politik. Oleh karena itu beberapa sastrawan mencoba mengisi kekosongan ini dengan menarik Khalil Mutran sebagai simbol gerakan sastra dan menjadikan Ahmad Syauqy tokoh berpengaruh dalam dunia sastra sebagai pemimpin dengan harapan banyak sastrawan yang akan bergabung dan menjadikan inspirasi bagi para sastrawan lain untuk tetap berkarya.
Apollo berdiri setelah para pendukungnya mendapat inspirasi dari Al-Rabitah Al-Qalamiyah, jama’ah serupa yang didukung oleh para imigran Arab ke New York berdiri sebelumnya (1922) dan telah memberikan konstribusi yang besar bagi sastrawan Mahjar Utara. Hal ini didasarkan pada pendapat Abu Shadi dalam karyanya Al-Syafaq Al-Baki (1926) yang mencatat bahwa masyarakat Al-Rabitah Al-Qalamiyyah didirikan oleh orang-orang Syiria di New York. Pada karya yang sama, Abu Shadi juga mencatat bahwa Apollo ini juga di inspirasikan oleh sastrawan Inggris. Ia menyebut kelompok ini adalah masyarakat puisi (Poetry Society) Inggris. Puisi Inggris adalah inspirasi dari model puisi Mesir. Model ini juga sudah dilakukan Abu Shadi pada tahun 1927 dengan mendirikan perkumpulan sastra baru (Rabit Al adab Al JAdid) di Alexandria .
Apollo dalam banyak literatur, disebutkan sebagai jama’ah yang gerakannya tidak berkonsentrasi dalam bidang sastra, bahkan ia diklaim sebagai jama’ah yang tidak memiliki program khusus, Apollo hanyalah merupakan sebuah gerakan yang obsesinya hanya untuk menyatukan para penyair dan memberi wadah bagi mereka untuk mengembangkan bakat seninya. Menurut Abu Shadi. Apollo memepunyai 5 tujuan yakni:
1. Mengangkan puisi arab dan mengarahkan kegiatan para penyair kepada arah yang lebih progresif, Apollo adalah aliran yang mengarahkan para anggotanya dari pintu yang penuh dengan kegelapan menuju cahaya terang benerang. Melebarkan cakrawala puisi Arab, mengeluarkan mereka dari ikatan-ikatan yang diangap memberatkan generasi-generasi berikutnya.
2. Membantu kebangkitan seni dalam dunia puisi. Dalam kaitannya dengan dunia sastra dan keterprihatinannya terhadap pemikiran baru. Aliran ini menurut keyakinannya merupakan pembaharu bagi puisi Arab yang disatu sisi melebarkan tujuannya dan disisi lain membatasi tugasnya sebagai karya manusia yag universal/global menyeluruh.
3. Megangkat derajat puisi baik dibidang sastra, sosial, maupun ekonomi, serta mencegah eksklusifitasnya.
4. Menumbuhkan sikap toleransi, tolong-menolong, dan persaudaraan dikalangan para penyair ataupun sastrawan.
5. Memerangi monopoli dan menciptakan kebebasan puisi.
Perhatian Ibrahim Naji pada kebudayaan arab klasik sangant besar terutama karya klasik yang tercipta dai para tokoh sastra yang berpengaruh pada masa itu. Ilmu Balagah dan Ilmu al-Arudh al-Qawafi, beliau mempelajari ilmu itu serta puisi-puisi karya al-Mutanabbi, ibn ar-Rumi, Abu Nawas, dan juga puisi-puisi yang lainnya dipelajari secara mendetail dan komprehensif. Selain kebudayaan Arab klasik, dirinya juga menaruh perhatian besar terhadap kebudayaan Barat. Puisi karya para penyair Barat dipelajari secara seksama. Ia berhasil memadukan karya klasik arab dengan aliran romantisme barat dan nantinya hal itu mempengaruhi karya puisinya, yang dapat mengandung aliran romatisme.
Secara mendasar perbedaan antara sastra klasik dengan sastra romantis, bahwa sastra klasik meskipun bertujuan untuk memperjuangkan moral dan keinginan-keinginan bersama (sosial) terbatas pada wilayah tradisi dan teologis yang berlaku. Sastra klasik merupakan sastra aristokrat yang eklusif, terbatas pad lingkungan penguasa, tidak tersentuh oleh kelompok-kelompok masyarakat dan undang-undang yang berlaku, karena para penulisnya meyakini kebenaran teokrasi seperti keyakinan mereka pada agama.
Adapun penganut romantisme menggunakan cara yang berbeda dengan pendahulunya. Mereka mengkedepankan emosi dan menjadikan kebenaran-kebenaran hati melampaui undang-undang dan peraturan yang dianut dalam masyarakat. Namun demikian, mereka tidak menghendaki kerusakan atau pelanggaran terhadap politik, aqidah, dan agama yang sudah berlaku di masyarakat. Segala sesuatu, dalam sastra mereka, merupakan tempat yang layak untuk dipersoalkan. Dalam keremajaan emosi dan dunia mimpi, mereka membantu menyebarkan keadilan masyarakat dan menetang kekuasaan aristrokasi serta memudahkan jalan Borjuis untuk memiliki hak hukum yang sama didepan peradilan. Tentang hal ini, Victor Hugo berkata, “Tuhan puisi telah muncul lagi. Ia akan menguasai dan memimpin kita karena menangis atas kesengsaraan yang menimpa manusia,.... dan karena keutamaan yang suci tersebut revolusi ia jalankan dengan mempertruhkan jiwa, raga, dan karya. Ia memilih revolusi demi meraih kebebasan yang kan dinikmati oleh manusia.
Sebagai kritikus, beliau telah memberikan kritik terhadap puisi dan prosa yang ada sambil mengemukakan pendapat untuk memperbaruinya. Susunan bahasa puisi dan prosa yang penuh hiasan tak berisi diarahkannya kepada susunan kata yang penuh arti dan padat isi. Hal tersebut dapat digali dari keindahan lingkungan dan kekayaan budaya Mesir. Sebab, hal itu dapat menjadi bahan imajinasi dan bahan gubahan .
Sebagai sastrawan, sumbangan beliau terlihat pada tulisan-tulisannya, baik dalam bentuk puisi maupun prosa. Ciri khas puisinya terletak pada sisi nuansa religinya terhadap islam dan pikiran yang menjadi suatu paduan yang sangat serasi. Karya puisi-puisinya mengetengahkan pendapat-pendapat yang brilian. Menurutnya, puisi yang hanya memerhatikan bentuk teksnya saja tidak akan berbobot dan puisi tidak hanya cukup pada cerita atau puisi cerita. Akan tetapi, yang terpenting dalam puisi adalah maknanya.
Karya-karya beliau sangat banyak dan beragam penulis hanya mampu menuliskan beberapa saja dari antologi puisinya: Warail Gamam terbit pada tahun 1934, layaaly Alqahirah terbit pada tahun 1941, Al kamil merupakan dewan tinggi untuk kebudayaan terbit pada tahun 1966 setelah beliau meninggal dunia. Karyanya yang lain adalah sebuah buku biografi dan study tokoh tentang Wiliam shakespiere, Ajhara Sar sebuah terjemahan karya puisi-puisi Francis yang ditulis oleh Baudelaire dll.
Ibrahim Naji pernah menjadi wakil di Madrasah Apollo Li As-Syi’r dan juga sebagai pimpinan ikatan para sastrawan di Mesir pad tahun 1945. Beliau meninggal dunia pada tanggal 24 Maret 1953.





Daftar Pustaka
J, Brugman. 1984. An Introduction To The History Of The Modern Arabic Literature In Egypt, E.J. Brill, The Netherlannd Organizatioan (Z.W.O): Leiden.
Syauki Dhoif. 2004. Al-Adab Al-Mana’shir fi Misry. Darul Ma’arif: Mesir.
Khairan Nahdiyyin. 2007. Adonis Arkeologi Sejarah-Pemikiran Arab-Islam volumen 3 Terjemahan; Ats-Tsabit wa al-Mutahawwil; Bahts fi Al-Ibda wa Al-Itba ‘Inda Al-Arab. LKIS; Yogyakarta.
Achmad Atho’illah Fathoni. 2007. Leksikon Sastra Arab Modren-Biografi dan Karyanya. Data Media; Yogyakarta.
Nasution, Harun dan Sholehudin, Nadwa dkk. 1997. Mukhtarat min al-Adab Al-Muqaran, Program Pasca Sarjana IAIN Sunan Kalijaga: Yogyakarta.
http://www.diwanalarab.com/article.php3?id_article=1128.
http://Ukon purkonudin.blogspot.com