Sabtu, 31 Desember 2011

TEORI RESEPSI SATRA MENURUT ISER

A. TEORI RESEPSI SATRA MENURUT ISER Teori resepsi sastra memeberikan perhatian kepada pembaca secara penuh, teori ini melihat cara-cara taks sastra mempengaruhi pembaca secara intelektual (retoroa/gudang bacaan) dan secara aktif atau perasaan. Secar spesifiknya teori ini menganalisis peran pembaca dalam memberikan interpretasi terhadap karya taks sastra. Berbeda dengan teori formalistik, teori resepsi sastra memandang taks sendiri tidak bermakna sampai ia dibaca oleh pembaca. Pembacalah yang memasukan makna dan menciptakan makna terhadap taks karya sastra. Teori ini dapat mempertimbangkan strategi-strategi yang dipakai pengarang dalam memunculkan respon-respon tertentu dari pembaca. Secara otomatis teori ini menampikan kemungkinan globalitas karya sastra sebagai karya yang akan selalu berarti sama, mempunyai interpretasi sama, dan pemaknaan sama bagi pembaca dimana saja. Sebab, setiap pembaca yang menyusupkan “tema identitas” pada taks karya sastra sampai pada pada konteksnya yang lebih luas, mencipta ulang taks tersebut dalam gambaran imaji pembaca. Karenanya, pembacaan seseorang dapat dipahami sebagai fungsi identitas personal . Tokoh sastara yang merumuskan teori respon pembaca salah satunya adalah Iser. Beliau memperhatikan kesan yang dapat muncul ketika pembaca menghadapi taks sastra. Meurut hemat beliau, suatu karya sastra akan menimbulkan kesan tertentu pada pembacanya. Kesan ini didapat melalui “hakikat” yang ada pada karya sastra itu, yang dibaca oleh pembacanya. Dalam proses pembacaanya akan terjadi interaksi antara hakikat karya sastra itu dengan “teks luar” yang memungkinkan memberikan kaidah dan nilai yang berbeda. Disinilah terjdi dinmika pembacaan yang antara lain disebabkan oleh taks karya sastra yang selalu memperlihatkan ketidakpastian makna sehingga pembaca secara leluasa dapat menggunakan kemungkinan yang ada pada dirinya sendiri setelah ia membacanya dengan menggunakan gudang bacaan yang ia miliki (repertoa). Iser memberikan kesan yang ada pada pembaca dalam membaca suatu karya, yang memungkinkan membawanya pada sesuatu “pengalaman” baru. Kesan pembaca ini ditentukan oleh “taks luar” yang ada pada dirinya. Taks luar yang mempengaruhi pembaca ini bisa saja mempengaruhi seorang penulis dalam menulis karyannya karena penulis bisa saja memperhitungkan taks luar yang membentuk dunia pembacanya . Langkah kerjanya Iser bertolak dari karya sastra dan apa yang dinyatakan oleh sastrawannya. Kemudian ia menghubungkannya dengan pembaca untuk melihat bagaimana karaya itu dapat meninggalkan kesan kepada mereka dalam membacanya. Kesan tersebut dapat dimungkinkan oleh keadaan dalam karya sastra itu sendiri, latar belakang pembacanya, dan kesanggupan pembaca menggunakan imajinasi mereka terhadap resepsi yang diberikan. B. ANALISIS PUISI UMRUL QAIS MENGGUNAKAN TEORI RESEPSI SATRA ISER Umrul Qais dijuluki raja dari segala raja penyair tapi perlu diketahui orang Arab yang pertama kali menciptakan syair Arab ialah Muhalhil bin Rabiah Atthaghribi. ia dianggap menjadi orang pertama yang menciptakan syair Arab, karena dari sebagian banyak syair bahasa Arab yang ditemukan ialah hanya sampai zaman Muhalhil saja. Dari sekian banyak karya syair Muhalhil yang dapat diselamatkan hanyalah tiga puluh bait saja. Setelah zaman in barulah muncul penyair-penyair yang dipelopori oleh Umrul Qais dkk. Tak terbantahkan lagi pengaruh Umrul Qais dalam syair bahasa arab sangat kental, kendati Muhalhil atau orang arab sebelum Muhalhil sebagai pencetus tetapi sebagai penyair yang memberikan sumbangsih yang sangat besar, pengaruhnya abadi, dan banyak ditiru oleh generasi penyair masa jahiliah dan mungkin sampai sekarang generasi modern atau generasi selanjutnya yang akan mendatang. Syair ini merupakan buah karya dari Al-Malik Adholil yakni Umrul Qais yang menunjukan kelihaiannya dalam menggambarkan suatu kejadian atau peristiwa dengan gayanya yang khas sehingga bayangan yang ada seperti benar-benar terjadi.inilah syairnya beliau dari tiga puluh bait hanya sedikit bait yang mengisahkan kepada kita tentang sesuatu problematika kehidupan, kesusahan atau kegelisahan yang dialaminya sebagai berikut : وليل كموج البحر أرخى سدوله # علي بأنوع الهموم ليبتلى فقلت له لما تمطى بصلبه # واردف اعجازا وناء بكلكل اﻻايهاالليل الطويل اﻻ انجلى# بصبح وما اﻻء صباح منك بأمثل فيا لك من ليل كان نجومه # بكل مغار الفتل شدت بيذ بل Artinya: “ Malam bagaikan gelombang samudra yang menyelimutkan tirainya padaku, dengan kesedihan untuk membencanaiku, aku berkata padanya kala ia menggeliat merentang tulang punggungnya dan siap melompat menerkam mangsanya, wahai malam panjang kenapa engkau tidak segera beranjak pergi yang digantikan pagi yang tiada pagi seindah kamu, Oh… malam yang gemintangnya, bagaikan terjerat ikatan yang kuat.” Dalam syair ini pengarang mengutarakan betapa malang nasibnya. Dimana keresahan hatinya akan bertambah susah bila malam hari tiba. Karena pada saat itu dia merasakan seolah-olah malam sangat itu panjang sekali. Umrul Qais mengemukakan keberadaannya yang sedang dilanda persoalan kehidpan dengan malam gelap gulita, tidak hanya berhenti dalam kegelapan malam, beliau menyerupakan malam itu dengan ombak yang penuh dengan kotoran, juga ingin menyampaikan kepada pembaca betapa persoalannta sangat rumit dan sulit sekali sehingga ia mengharapkan waktu pagi hari segera tiba, agar keresahannya akan berkurang, namun keresahan itu tidak jua berkurang walaupun pagi hari telah tiba. Contoh diatas merupakan bukti nyata akan kepandaian penyair ini dalam menggambarkan sesuatu keadaan. Sehingga keadaan atau peristiwa itu seakan-akan benar tejadi adanya. juga memberikan gambaran kepada kita, bagaimanakah penyair itu memberikan gambaran yang sangat besar akan keresahan melandanya dan dialaminya pada waktu itu, sehingga baik pada waktu malam hari maupun pagi hari keresahan itu tetap saja mengikutinya seperti seseorang yang selalu diikuti bayangannya ketika hendak menggerakan kakinya dalam sinaran bulan purnama di malam hari yang segelap lautan. Rahasia keindahan syair ini adalah penyair tidak menjelaskan atau menceritakan keresahan yang dialaminya secara langsung. Bahkan Umrul Qais memberikan perumpamaan terlebih dahulu dan suatu permisalan yang dekat dengan pengertian aslinya, kemudian penyair ini mengajak sang malam hari tuk untuk berbicara dan bercakap-cakap layaknya seorang manusia diajak bicara. Syair ini adalah syair yang abadi, tak lekang dimakan zaman karena imajinasi yang sangat kuat/daya khayalnya yang tinggi, katanya singkat tapi maknanya dalam, isi pada syair ini kondisonal/situasional yakni ketika seseorang dilanda problem, keresahan, kegelisahan, banyak masalah yang diderita, dan lainya. Ketika kita membaca dan mendalami, juga menghayati kandungan syair ini kita akan menemukan sesuatu kesamaan rasa, kesamaan konflik, atau penokohannya yakni si penyair itu sendiri. Karena seperti yang disebutkan penulis diatas, penyair ini tidak menceritakan dengan pasti seperti apa konflik yang terjadi keresahan, problematika/masalah-masalah yang terjadi. Keindahan syairnya terletak pada caranya pemilihan kata atau diksinya yang halus dalam syair ghazalnya. Walaupun hidup dalam keadaan geografis alam yang keras tetapi tak mempengaruhi kata-katanya yang halus dan lembut dalam syairnya itu. Ditambah dengan istirah/kata kiasan dan perumpamaan. Sehingga banyak orang beranggapan bahwa dialah penyair yang pertama yang menciptakan perumpamaan dalam syair Arab. Disamping itu, Umrul Qais menggunakan kata-kata yang sangat kental dengan persoalan problematika kehidupan وليل وهموم وابتلى,موج (ombak, malam, resah gelisah, menguji dll) pada diksi ini mengajak kita para pembaca bahwa persoalan yang dihadapi penyaiir merupakan persoalan yang rumit. وليل كموج البحر أرخى سدوله # علي بأنوع الهموم ليبتلى “Malam bagaikan gelombang samudra yang menyelimutkan tirainya padaku, dengan kesedihan untuk membencanaik”. Dilihat dari stilistika/uslub (gaya bahasa) pada penngalan syair Umrul Qais di atas, beliau menggunakan gaya bahasa tasybih yaitu menyerupakan sesuatu dengan yang lain karena ada sifat yang dimiliki keduanya. ليل (Musyabbah) diserupakan dengan موج البحر (musyabbah bih), ك (adat tasybih) dan wajhut tasybih tidak disebutkan secara eksplisit. Gaya bahasa seperti ini disebut dengan gaya bahasa tasybih mujmal yakni gaya bahasa tasbih yang tidak menyebutkan atau menafikan wajhu Shibhinya. sedangkan dari segi struktur atau tifografinya puisi ini terikat oleh wazan dan Qafiyahnya dan ini merupakan ciri dari puisi zaman jahili tidak bebas seperti puisi modern sekarang. Walapun terkadang syairnya mengandung sifat kebadwian dalam ungkapan kering dan kasar, dengan makna-makna yang seram. Tetapi imajinasinya sangat kuat sekali, kadang terlihat dalam membayangkan suatu yang keemasan dan penampilkanya indah sekali, maknanya memukau dan menusuk lerung hati yang paling dalam, tasbib/nasibnya (pelukisannya) lembut selembut kain sutra, wasfnya (pelukisan, narasi) akrab seakrab orang arab yang menjamu tamunya, mudah diserap dan dipahami karena penciptaanya seindah-indahnya menggunakan imajinasi yang kuat. mungkian ada beberapa faktor mengapa tulisan syairnya Umrul Qais bisa seperti itu yakni karena keadaan geografis wilayah yang ganas, pergaulannya dengan suku badui yang cendrung kasar tapi mungkin positifnya ia bisa mempunyai daya imajinasi yang kuat dan bebas mungkin karena bergaul dengan mereka yang notabene orang dan pikirannya bebas. Kemudian yang terakhir keadaan psikologis dan sikis penyair ini pada masa usia masih beliau sudah mengalami guncangan yang cukup dahsyat, ia diusir dari surga dunianya yaitu istana ayahnya karena peringainya yang buruk. Perlu diketahui latar belakang penciptaan syair diatas menceritakan pengalaman dan kehidupan pribadi sang penyair itu sendiri. Pengalaman disini adalah pengalaman yang menyakitkan dan mengiris hatinya seperti kandas cintanya dengan sang kekasih Unaizah, keluarganya dibunuh dan kerajaan ayahnya runtuh oleh musuh, kalah dalam perang menuntut balas dendam kepada Bani Asaf, terus karena penyakit yang ia derita dan akhirnya sampai sang maut menjemput di kota Angkara Turki Bizantium waktu ingin meminta bantuan pada raja kekaisaran Romawi Timur (Bizantium). Pesan yang ingin disampaikan penyair ini pada syair di atas bisa jadi tentang permasalah-permasalahan yang mebelenggu/mengikatnya seperti yang penulis utarakan yang membuat penyair ini resah, gelisah, bercakap-cakap dengan malam dan mengadu padanya untuk berubah jadi siang. Sehingga dapat diketahui bahwa tema dari puisi ini adalah keresahan, kegeisahan terhadap problematika kehidupan yang penyair ini rasakan dalam syair gahzalnya. DAFTAR PUTAKA Ali Al-Mudhar, Yunus dan H Bey, Arifin. 1983. Sejarah Kesustraan Arab, Surabaya: PT Bina Ilmu. Al-Zauzini, Ahmad Ibn Al-Husain. Syarh Al-Muallaqot Al-Sabng’u. Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah. Bunyamin Bahrum. 2003. Sastra Arab Jahili (Pra Islam), Terjemahan; Al-Adab Al-Arabiyah Al-Jahiliyah. Yogyakarta: Abad Perss. H. Wargadinata, Wildana dan Fitriani, Laily. 2008. Sastra Arab dan Lintas Budaya. Malang: UIN Malang Press. Muzakki, Ahmad. 2006. Kesusastraan Arab: Pengantar Teori dan Terapan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Idris Marjoko. 2007. Ilmu Balagah Antara Al-Bayan dan Al-Badi’, Yogyakarta: Teras

Tidak ada komentar:

Posting Komentar