Minggu, 25 Desember 2011

Jurnalistik Mengenai Bondan Winarno

A.Mengenal Sosok Bondan Winarno
Lahir di Surabaya, 29 April 1950. Di masa muda ia aktif dalam gerakan kepanduan yang kemudian menjadi Gerakan Pramuka. Ia bahkan pernah memimpin regu Pramuka Indonesia ke Jambore Pandu Sedunia ke-12 di Idaho, Amerika Serikat, pada tahun 1967. Pada waktu itu, ia terpilih menjadi salah seorang honor guard bagi Lady Olave Baden Powell (istri Bapak Pandu Sedunia Lord Baden Powell).
Semula ia bercita-cita menjadi penerbang, namun gagal. Cita-citanya untuk menjadi arsitek pun kandas karena keterbatasan biaya. Ia kemudian meniti karir sebagai jurukamera di Departemen Keamanan. Karir sebagai wartawan ditempuhnya di berbagai kapasitas dan media terakhir sebagai pemimpin redaksi Harian Umum Suara Pembaruan. Sebagai kolumnis, tulisan-tulisannya banyak diterbitkan oleh Kompas, Tempo, The Asian Wall Street Journal, dan media utama lainnya. Ia banyak menulis tentang bisnis/manajemen, dan masalah sosial.
Bondan juga dikenal sebagai penulis cerita pendek dan novel. Ia telah menerbitkan dua antologi cerpen: Cafe Opera dan Pada Sebuah Beranda, serta empat novel. Dua di antara novelnya yakni Tinggal Landas dan Haneda, telah diangkat menjadi film layar lebar. Bukunya yang berjudul Bre-X: Sebungkah Emas di Kaki Pelangi, dianggap oleh berbagai lembaga sebagai karya jurnalistik investigatif terbaik.
Bondan pernah bekerja di Amerika Serikat sebagai pengusaha hasil laut, serta pernah pula menjadi konsultan Bank Dunia di Jakarta pada saat krisis moneter menerpa Indonesia. Ia memilih jalur pensiun muda, dan kemudian berkarya secara freelance di bidang informasi kuliner. Ia juga memiliki beberapa rumah makan yang dikelolanya bersama teman-temannya.

B. Opini Investigasi Bre-X: Sebungkah Emas di Kaki Pelangi karya Bondan Winarno
Seorang wartawan (jurnalis) tidak hanya cukup bekerja keras. Ia juga harus bekerja cerdas. Itulah misi Bondan Winarno saat menjadi seoarang wartawan dalam karirnya. Seoarang wartawan dituntut untuk melakukan investigasi lebih mendalam terhadap hal yang kontrovesi. Wartawan juga harus mengaplikasikan kode etik sebagai seorang wartawan. Kemerdekaan pers merupakan sarana terpenuhinya hak asasi manusia untuk berkomunikasi dan dapat memperoleh informasi. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers, wartawan Indonesia menyadari adanya tanggung jawab sosial serta keberagaman masyarakat. Guna menjamin tegaknya kebebasan pers serta terpenuhinya hak-hak masyarakat diperlukan suatu landasan moral/etika profesi yang bisa menjadi pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan professionalitas wartawan.
Isi buku Bre-X: Sebungkah Emas di Kaki Pelangi ini menceritakan tentang kandungan emas di Busang (Busang adalah nama satu kelompok etnis yang bemukim di hulu sungai Mahakam, kecamatan Longbagun dan Longpahangai, di Kalimantan Timur.), Saat itu Michael de Guzman adalah Manajer Eksplorasi PT Bre-X Corp. yang pada saat itu adalah masa kejayaanya. Tapi entah mengapa de Guzman bunuh diri dari halikopter? Itulah yang pertanyaan Bondan Winarno untuk melakukan investigasinya.
Kehandalan Bondan sebagai jurnalis investigatif tampak saat menggali informasi eksklusif di Manila seputar kematian de Guzman. Memang harus diakui, daya pikat utama adalah upaya Bondan menguak misteri kematian de Guzman. Bondan curiga dengan kematian de Guzman setelah meneliti betul profil pria kelahiran berdasarkan informasi yang diterimanya dari sejumlah sumber. Ia menolak teori bahwa de Guzman mati dibunuh. Ditemukannya sejumlah surat tinggalan de Guzman merupakan bukti yang sangat melemahkan skenario pembunuhan, dan mengarah pada kematian akibat bunuh diri.
“Bagaimana mungkin seorang yang dibunuh bisa menulis surat-surat berisi pesan-pesan yang begitu rinci,”. De Guzman memang meninggalkan surat mencurigakan untuk Bernhard Laode, financial controller Bre-X, dan John Felderhof, yang mengesankan bahwa kematiannya direncanakan alias bunuh diri. Melalui Laode, ia titip pesan kepada sang istri Teresa agar jenasahnya dikremasi di Manila Kepada Felderhof, de Guzman malah meninggalkan pesan ‘bunuh diri’ yang sangat terang, karena tak tahan dengan penyakit hepatitis B yang dideritanya. “Sorry I have to leave. I cannot think of myself a carrier of hepatitis “B”. I cannot jeopardise your lifes,” tulis de Guzman.
Pengakuan de Guzman mengalami hepatitis B dibenarkan dua istrinya, Susani Mawengkang dan Lilis. Namun, tidak berhasil ditemukan catatan medis yang menunjukkan adanya hepatitis B maupun penyakit liver akut sebagaimana yang pernah dikeluhkan de Guzman. Hasil uji jantung de Guzman juga menunjukkan kondisinya sehat-sehat saja.
Maka, Bondan pun mencoret skenario bunuh diri dari kemungkinan penyebab kematian de Guzman. Ia menyodorkan hipotesis lain: kematian de Guzman adalah palsu. Di mata Bondan, pria Filipina berusia 41 tahun itu tidak memiliki profil seseorang yang berkeinginan melakukan bunuh diri. Ia justru menyebut de Guzman sebagai penikmat kehidupan. Ia menikahi sejumlah perempuan, di antaranya warga Indonesia dan dikenal royal dalam urusan harta.
Menurut Bondan, de Guzman tengah berada di puncak dunia. Adik Michael de Guzman, Jojo de Guzman, juga menyangsikan sang abang bunuh diri. “Dia tak punya alasan untuk bunuh diri. Dia punya keluarga yang menyenangkan dengan enam orang anak yang manis,” katanya. Rudy Vega, salah satu sobat de Guzman yang mengikuti pesta minum-minum semalam sebelum kematian sang Filipino, juga mengatakan serupa. Pesta itu lebih meriah daripada pesta ulang tahun de Guzman sebelum-sebelumnya. “He behaved like he was on top of the world,” katanya.
Kecurigaan Bondan menguat, setelah menemukan fakta bahwa jenasah yang diklaim sebagai jenasah de Guzman tidak memiliki gigi palsu sebagaimana dimiliki de Guzman semasa hidup. Dalam pelacakannya, Bondan mendatangi kantor National Bureau of Investigation (NBI) di Manila. Direktur NBI Santiago Ybanes Toledo menyatakan, pihaknya tengah menanti catatan gigi de Guzman dari pihak keluarga. Mengapa pihak keluarga tak juga menyerahkan dental records de Guzman? Bondan semakin curiga.
Di bagian otopsi, seorang sumber membenarkan kecurigaan Bondan mengenai kematian de Guzman. Menurut sumber itu, seorang yang jatuh dari ketinggian 800 kaki tak mungkin ditemukan dalam posisi tertelungkup dan dengan tanda-tanda trauma seperti yang ditemukan pada mayat de Guzman. Tanda-tanda trauma pada jenasah de Guzman lebih mirip tanda trauma pada orang yang jatuh dari pohon kelapa.
Di pekuburan La Funeria Paz, tempat de Guzman dimakamkan, Bondan menemukan petunjuk yang lain. Tak ada bunga di atas makam. Tak ada pula sisa-sisa lilin, yang bahkan masih terlihat di makam-makam lainnya di sekitar makam de Guzman. Petugas makam mengatakan, selama hampir tiga pekan setelah dimakamkan, tidak ada satu pun anggota keluarga de Guzman yang berziarah.
Ini suatu hal yang aneh. Seperti di Indonesia, di Filipina ada tradisi anggota keluarga terdekat mengunjungi makam kerabat yang meninggal sesering mungkin pada minggu-minggu pertama setelah dimakamkan. Tidak adanya bunga dan bekas lilin di atas makam de Guzman menunjukkan bahwa keluarga sang geolog tak pernah menjenguk.
Bondan memiliki sumber-sumber yang cukup kuat dalam menyelidiki kematian de Guzman. Dari salah satu sumber, ia berhasil menemukan alamat dan nomor telpon de Guzman Enterprise di Manila. Bondan beruntung mendapat keterangan sumber ini, mengingat buku telpon tak bisa diandalkan.
Orang seperti Bondan Winarno ini sangat cerdas, ia melakukan investigasi tanpa kenal lelah, berbagai cara ia lakukan demi mendapatkan informasi. Sampai beliau melakukan investigasi ke sungai Mahkama Kalimantan Timur , Manila (Filipina), Calgary (Kanada), dan yang terakhir di Toronto (Amerika Serikat), untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang isu kematian de Guzman. Di sungai Mahkama berhasil mendapatkan informasi tentang tambang emas di Kalimantan, kemudian ia terbang ke Manila, di situ Bondan Winarno mendapatkan informasi baru tentang sosok de Guzman. Sehingga ia tambah yakin apakah de Guzman telah membuat sandiwara dengan kematiannya.? Lalu ke Calgary dimana tempat kantor pusat Bre-X yang berada dikanada. Dan Toronto tempat Bre-X menaruh bursa efek sahamnya. Mendapatkan informasi dari beberapa kota tersebut Bondan Winarno berhasil menggalih informasi tentang Manajer Eksplorasi PT Bre-X Corp Michael de Guzman.
Akhir dari semua itu akhirnya Bondan Winarno mengakhiri investigasinya dan berhasil menerbitkan buku tentang Bre-X, disaat itu pula Bondan Winarno yang pertama kali membuat kesimpulan kuat bahwa de Guzaman memalsukan kematiannya. Dugaan beliau, de Guzaman “bermain” dengan sebuah perusahaan pialang saham yang melakukan short selling untuk memperoleh keuntungan besar.
Pemakalah mencoba menarik isi pemikiran Bondan Winarno:
1. Cara yang dilakukan Bondan winarno sangat professional ketika melakukan investigasi, tapi tetap menjungjung tinggi kode etik.
2. Daya tingkat penasaran untuk melakukan investigasi yang tinggi.
3. Melakukan investigasi tidak hanya merekam suatu hal yang di investigasi saja, melainkan menerjemahkan hal-hal yang sudah dipikirkannya terlebih dahulu.
4. Melakukan investigasi secara penuh dan tuntas.
5. Bekeja cepat dan tepat untuk menggalih informasi.

Sejak saat dari investigasi itu Bondan Winarno vakum dari dunia investigasi. Dan pada tahun 2001 beliau kembali menggeluti profesi sebagai wartawan, kali ini ia tidak bermain di lapangan, melainkan dikantor. Kebetulan Ia juga dipecaya sebagai ketua sebuah media cetak yang terbit disore hari. Tidak muda memang menjadi seoarang ketua untuk berfikir bagaimana caranya mampuh bersaing dengan media lainnya. Kareana beliau beranggapan bahwa media sore itu kalah cepat dengan media lainnya, ini bukan berarti media cetak tidak hilang akan ketajamannya. Melainkan bagaimana isi yang disampaikan oleh media-media lainnya itu mepunyai berita yang dikupas secara detail. Karena semua media berlomba menyajikan berita paling mutakhir.
Apa yang dilakukan beliau patut jadikan contoh oleh seorang wartawan, karena dengan demikian kita mendapatkan apa yang belum didapatkan oleh wartawan lain. Bondan Winarno senantiasa memberikan suatu berita yang di investigasi secara tuntas, dengan kata lain tidak memberikan berita yang omong kosong.
Menjadi wartawan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, seorang wartawan harus menanggung resiko yang tidak sedikit. Anda tahu tentang kisah wartawan Film The Killing Fields? Disitu menggambarkan cerita seorang wartawan
(jurnalis) Amerika, Sydney Schanberg dan jurnalis asal Kamboja, Dith Pran yang meliput situasi di Kamboja dari awal masuknya Khmer Merah. Sampai akhirnya ia dipulangkan kembali ke negaranya, sedangkan Pran, sama seperti rakyat Kamboja lainnya, ia dipaksa untuk meninggalkan Pnom Penh dan tinggal di desa sebagai petani yang harus bekerja selama enam belas jam setiap harinya.
Selama berada dalam pengawasan Khmer Merah, Pran menyamar sebagai seorang petani bodoh yang tidak pernah mengenyam pendidikan. Hal itu dilakukan karena Khmer sangat memusuhi orang-orang berpendidikan dan tentaranya akan membunuh orang-orang yang dulunya berprofesi sebagai dokter, guru, dsb.
Dalam sebuah kesempatan ia berhasil melarikan diri. Ia berjalan sejauh 40 mil untuk mencapai perbatasan Thailand. Perjuangan yang sangat dramatis karena ia harus menghindar dari patroli tentara khmer merah dan orang-orang vietnam. Akhirnya ia berhasil mencapai perbatasan Thailand dan menghubungi sahabatnya Sydney Schanberg. Mereka akhirnya bertemu kembali dalam suasana yang sangat mengharukan. Dith berhasil masuk Amerika dan menjadi warganegara adi daya itu. Ia merintis karir sebagai wartawan foto.
Perjuangan, kegigihan (tidak mudah menyerah) serta kekuatan untuk meliput suatu yang harus diberitakan itu harus ada jika menjadi seorang wartawan. Itu kenapa sebabnya Bondan Winarno sampai berani menggalih informasi keberbagai Negara. Jika kita puas dengan berita yang sudah ada maka itu belumlah cukup untuk dijadikan berita.
Bre-X: Sebungkah Emas di Kaki Pelangi, mungkin asing bagi kita mendengar buku itu, karena jarang membaca, tapi sudah lumrah bagi para watawan, karena karya ini menggambarkan bagaiman kekayaan alam di Negara kita yang dikuasai oleh orang luar, yang konon sang pengusanya itu endingnya memalsukan kematiannya. Disitu wartawan pasti ingin menelusurinya karena dianggap tidak wajar.
Kebiasaan dan atau budaya membaca merupakan modal utama bagi seseorang yang tidak bisa ditawar lagi, jika ia ingin dikategorikan sebagai wartawan yang berkualitas. Bisa dibayangkan bagaimana proses masukan (input) dan keluaran (output) dikaitkan dengan adanya kebiasaan atau kegemaran seseorang, apalagi dikaitkan dengan kualitas dan kuantitas pengetahuan seseorang. Dan kita bisa menakar seberapa penguasaan pengetahuan seorang wartawan yang kurang gemar membaca dibandingkan dengan mereka yang gemar membaca.
Daya bertanya, pertanyaan berdaya, kemampuan untuk melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak untuk bertanya, permintaan keterangan yang mempunyai kekuatan, berkemampuan, bertenaga. Itulah maksud hal yang disampaikan Bondan Winarno untuk seorang wartawan. Penekunan profesi sebagai wartawan secara sungguh-sungguh dengan latar belakang motivasi, minat, kebiasaan membaca, pemikiran kritis rasional ditunjang dengan penguasaan bahasa Inggris akan menempa seseorang bukan saja menjadi wartawan yang berkualitas tetapi tanpa disadari memberikan kemampuan lain selain kemampuan menulis.
Menjadi wartawan disadari sebagai panggilan tugas dan profesi yang dipilih dan ditekuninya. Kesadaran dan minat seseorang yang bulat untuk menjadi wartawan sebagai pilihan profesinya membuat wartawan itu akan terus menempa dan meningkatkan kualitas dirinya menjadi lebih baik dan lebih baik lagi.
Kendati menjadi wartawan merupakan hak asasi seluruh warga negara, namun bukan berarti setiap warga negara bisa melakukan pekerjaan kewartawanan. Ada ketentuan dan “alat ukur” yang perlu dijadikan sebagai pedoman dalam dalam melaksanakan profesi kewartawanan itu.
Pekerjaan wartawan berhubungan langsung dengan kepentingan masyarakat atau publik. Bahkan, dinyatakan bahwa “wartawan adalah bidan sejarah”. Nah, sebagai bidan, artinya ikut secara aktif mengembangkan dan membesarkan dan mendewasakan sejarah. Sebagai profesi yang terhormat, maka wartawan wajib mengawal kebenaran dan keadilan, melakukan perlindungan terhadap hak-hak pribadi masyarakat, serta menjadi musuh penjahat kemanusiaan seperti koruptor dan politik.
Seorang tidak harus terlahir untuk menjadi wartawan investigasi, dengan pelatihan yang baik seorang bias dibina menjadi wartwan investigasi. Karena wartwan investigasi dimulai dengan inquisitive mind (ingin tahu pikiran, suatu informasi), mak seorang wartawan dilatih untuk tidak henti-hentinya memproses pertanyaan yang ada di dalam benaknya. Singkatnya, daya bertanya harus dikembangkan dalam diri seorang wartawan. Tetapi, kemampuan untuk bertanya saja tidaklah cukup kalau pertanyaan-pertanyaan yang diajukan lembek.
Ada pemeo (sebuah ungkapan/semboyan) yang mengatakan silly question begest siily answer. Wartawan investigasi harus mampu mengangkat pertanyaan-pertanyaan berdaya (power question) untuk menjaring informasi eksklusif. Jurnalistik investigasi bukanlah sekedar fashion. Ia adalah nyawa media masa kini. Media yang tidak mempunyai kemampuan investigasi, maka bersiap-siaplah untuk tersingkir dari cakrawala media Indonesia.
Menghasilkan suatu yang tak ternilai harganya adalah suatu kebanggaan tersendiri. Perjalanan yang tak pernah berhenti demi merai apa yang di inginkan. Itulah Bondan Winarno. Seorang wartawan (jurnalistik) kawakan yang sampai saat ini Bondan Winarno masih memegang sifat-sifat yang diajarkan dalam kepanduan. “On my honour, akan melakukan yang terbaik, saya tidak akan membedakan orang dari pekerjaannya Walaupun dia seorang tukang sapu atau seorang penjaga toilet.

DAFTAR PUSTAKA

http://bambang-gene.blogspot.com/2011/04/biografiprofil-bondan-winarno.html.
http://kambing.ui.ac.id/onnopurbo/library/library-non-ict/written-law/UUD1945-Amandemen.
http://nasional.kompas.com/read/2008/03/30/22594214/Dith.Pran.dan.Kisah.The.Killing.Fields.
https://www.facebook.com/notes/sji-lampung-angkatan-i/wartawan-berkualitas-dan-profesi-lain.
https://www.facebook.com/notes/sji-lampung-angkatan-i/standar-kompetensi-wartawan-alat-ukur-profesionalitas-pers.
http://manifesto-padi.blogspot.com/2007/12/satu-dekade-bre-x-sebungkah-emas-di.html.
http://dawala.wordpress.com/2009/03/12/bondan-winarno-bre-x-sebungkah-emas-di-kaki-pelangi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar